Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Penetapan ini diumumkan pada Rabu, 5 Mei 2021, menyusul penyelidikan atas kerja sama fiktif antara Telkom dan sejumlah perusahaan swasta. Nilai kerugian negara akibat perkara ini diperkirakan mencapai Rp431,7 miliar.
Para tersangka terdiri dari pejabat internal PT Telkom, anak perusahaannya, serta para direktur dan pengendali dari perusahaan swasta yang diduga terlibat dalam proyek-proyek fiktif. Kejaksaan mengungkap bahwa modus yang digunakan adalah kerja sama pengadaan barang dan jasa antara Telkom dan sembilan perusahaan swasta melalui empat anak perusahaan BUMN itu, yaitu PT Infomedia, PT Telkominfra, PT PINS, dan PT Graha Sarana Duta.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, menjelaskan bahwa proyek kerja sama tersebut tidak pernah benar-benar direalisasikan. Seolah-olah telah dilakukan kerja sama pekerjaan antara Telkom dan sembilan perusahaan swasta. Namun kenyataannya tidak pernah dilaksanakan, ujar Ashari dalam keterangannya. Meski tidak ada kegiatan nyata, pembayaran tetap dilakukan oleh pihak Telkom.
Kesembilan tersangka tersebut adalah AHMP (General Manager Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom periode 2017–2020), HM (Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom periode 2015–2017), AH (Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara periode 2016–2018), NH (Direktur Utama PT Ata Energi), DT (Direktur Utama PT International Vista Quanta), KMR (Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa), AIM (Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara), DP (Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri), serta RI (Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya).
Delapan dari sembilan tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan di beberapa rumah tahanan, antara lain Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Rutan Cipinang. Sementara satu tersangka, yakni DP, ditempatkan sebagai tahanan kota di Depok karena alasan kesehatan.
Kejaksaan menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan penetapan tersangka ini, aparat penegak hukum menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi di tubuh BUMN dan mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Penyidikan pun masih terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara serupa.
(*)