Apakah Kasus Tom Lembong Menjadi Preseden Baru Penegakan Hukum di Indonesia?
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi menuai perhatian luas. Apakah ini pertanda supremasi hukum yang konsisten atau bentuk tebang pilih?
Mark Zuckerberg mengingatkan generasi muda untuk berhenti mengejar gengsi demi barang bermerek dan fokus membangun masa depan finansial yang stabil.
“Jika kamu punya keinginan untuk jadi pengusaha di usia muda, berhentilah bergaul dengan orang-orang yang hanya memikirkan baju dan sepatu bermerek hanya untuk dipuji.”
Pernyataan yang diklaim berasal dari Mark Zuckerberg ini telah ramai dibagikan di media sosial dan mengundang beragam reaksi. Di balik kutipan tersebut, tersimpan pesan yang kuat tentang bagaimana gaya hidup dan pergaulan bisa menjadi penghambat atau pendorong dalam meraih kesuksesan, terutama bagi generasi muda yang bercita-cita menjadi pengusaha.
Sebagai informasi, Mark Zuckerberg dikenal sebagai pendiri dan CEO Meta Platforms Inc., perusahaan induk dari sejumlah media sosial terkemuka dunia seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Visi dan gaya hidup sederhana yang ia tampilkan kerap menjadi inspirasi, khususnya di kalangan entrepreneur muda.
Fenomena mengejar barang bermerek demi gengsi bukanlah hal baru di kalangan remaja dan anak muda Indonesia. Data dari CNBC Indonesia menunjukkan bahwa Gen Z menyumbang hampir 10% dari pasar barang mewah dunia. Di sisi lain, penelitian dari Universitas Hasanuddin mengungkap bahwa sebagian besar remaja kini menganggap fashion sebagai kebutuhan primer, sejajar dengan makanan dan tempat tinggal.
“Beli karena butuh bukan karena ingin, belilah karena fungsi bukan karena gengsi, tujuannya adalah menjadi kaya bukan terlihat kaya. Jika belum mampu jangan dipaksa.”
Kutipan lanjutan dari pesan tersebut menegaskan pentingnya sikap bijak dalam konsumsi. Masyarakat—terutama anak muda—sering kali terjebak dalam siklus pembelian impulsif demi penampilan dan eksistensi sosial, khususnya di era media sosial yang serba visual. Gaya hidup semacam ini tak hanya menguras keuangan pribadi, tetapi juga menanamkan pola pikir yang keliru tentang nilai diri dan kesuksesan.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 65,43 persen. Angka ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum memahami cara mengelola keuangan dengan benar, termasuk di dalamnya kelompok remaja dan mahasiswa.
Data dari GoodStats mengungkap bahwa hanya 17 persen dari generasi muda yang pernah mengikuti kelas perencanaan finansial. Sementara itu, lebih dari 80 persen mengaku belum pernah mendapatkan edukasi formal tentang literasi keuangan. Ini mengindikasikan adanya celah besar yang perlu diisi, agar anak muda memiliki fondasi kuat dalam mengambil keputusan finansial.
Memilih lingkungan pergaulan yang tepat sangat penting, terlebih bagi mereka yang ingin menapaki jalur wirausaha. Kebiasaan mengejar gengsi akan menyedot sumber daya yang seharusnya dapat diinvestasikan untuk mengembangkan diri dan usaha.
Perilaku konsumtif bukan hanya memperlambat akumulasi modal, tetapi juga dapat mengaburkan visi jangka panjang. Seorang pengusaha membutuhkan fokus, kedisiplinan, dan pemahaman tentang nilai uang—semua hal yang sulit dibangun dalam budaya konsumsi berlebihan.
Solusi terhadap permasalahan ini tidak cukup hanya dengan menyebarkan kutipan inspiratif. Diperlukan pendekatan yang sistematis, mulai dari integrasi literasi keuangan dalam kurikulum pendidikan hingga penyediaan pelatihan kewirausahaan yang terjangkau.
Kampanye kesadaran finansial melalui media sosial juga bisa menjadi senjata ampuh, mengingat platform digital adalah ruang utama interaksi anak muda. Selain itu, peran orang tua dan lingkungan sekitar sangat vital dalam menanamkan nilai-nilai hidup yang sehat dan berkelanjutan.
Menjadi sukses bukan tentang bagaimana orang lain melihat kita, tetapi bagaimana kita mengelola diri dan sumber daya yang kita miliki. Generasi muda harus mulai membedakan antara kebutuhan dan keinginan, fungsi dan gengsi. Gaya hidup sederhana dan bijak secara finansial adalah pondasi penting menuju kemerdekaan ekonomi.
Dan pada akhirnya, seperti kata Zuckerberg, “Menjadi kaya bukan terlihat kaya.”
(*)
Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi menuai perhatian luas. Apakah ini pertanda supremasi hukum yang konsisten atau bentuk tebang pilih?
Hubungan Prabowo dan PDIP makin erat usai pertemuan elite Gerindra dengan Megawati. Apakah ini sinyal PDIP akan dukung pemerintahan Prabowo? Simak analisis lengkap soal KIM Plus, koalisi batin, dan arah politik nasional ke depan.
AS-Israel kembali gunakan narasi ancaman nuklir, kini diarahkan ke Iran. Benarkah ini propaganda baru yang ulangi kebohongan senjata pemusnah massal Irak 2003? Simak analisis mendalam tentang motif tersembunyi dan skenario geopolitik yang sedang dimainkan.