• 12 Jul, 2025

Dibalik Popularitas Dedi Mulyadi: Mengapa Kinerja Pemprov Jabar Tak Sejalan dengan Kepuasan Publik?

Dibalik Popularitas Dedi Mulyadi: Mengapa Kinerja Pemprov Jabar Tak Sejalan dengan Kepuasan Publik?

Survei Indikator ungkap Dedi Mulyadi disukai publik, tapi kinerja Pemprov Jabar justru diragukan. Apa penyebab kesenjangan ini? Simak ulasannya.

Jakarta - Dalam dinamika politik Jawa Barat, nama Dedi Mulyadi mencuat sebagai salah satu tokoh dengan tingkat kepuasan publik tertinggi. Berdasarkan hasil survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada Mei 2025, tingkat kepuasan masyarakat terhadap Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen, tertinggi di antara gubernur di Pulau Jawa. Rinciannya, 41 persen responden menyatakan sangat puas, 54 persen cukup puas, sementara hanya 4 persen yang kurang puas dan 1 persen tidak memberikan jawaban.

Menariknya, meskipun Dedi Mulyadi mendapat apresiasi luar biasa dari publik, survei yang sama menunjukkan bahwa kepuasan terhadap kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat secara keseluruhan hanya berada di angka 65 persen. Ada kesenjangan sekitar 30 persen antara persepsi masyarakat terhadap pemimpinnya secara personal dan persepsi terhadap institusi yang ia pimpin.

Burhanuddin Muhtadi, Pendiri dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, menyebutkan bahwa fenomena ini mencerminkan adanya perbedaan mendasar dalam cara publik menilai. Ia menjelaskan, “Persepsi publik terhadap pemimpin tidak semata-mata didasarkan pada kinerja teknokratis, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor emosional dan kedekatan personal.” Artinya, seorang pemimpin dapat memperoleh simpati dan dukungan yang kuat karena pendekatan personal, meskipun secara administratif, institusi yang dipimpinnya belum tentu mendapat penilaian sebaik itu.

Kedekatan Dedi Mulyadi dengan masyarakat memang menjadi salah satu faktor utama tingginya tingkat kepuasan. Ia dikenal aktif turun langsung ke lapangan, mendengarkan keluhan warga, dan menyuarakan isu-isu lokal di berbagai media, termasuk media sosial. Gaya komunikasinya yang terbuka dan populis membuat banyak warga merasa terwakili, bahkan terhubung secara emosional. Namun, ketika penilaian diperluas pada kinerja keseluruhan pemerintah daerah, publik menjadi lebih kritis: pelayanan publik, infrastruktur, birokrasi, dan masalah teknis lainnya masih menjadi catatan.

Fenomena ini membuka diskusi menarik: apakah keberhasilan seorang pemimpin cukup diukur dari popularitasnya, ataukah harus selaras dengan kinerja lembaga yang dipimpinnya? Dalam konteks ini, popularitas Dedi Mulyadi tampaknya belum sepenuhnya berdampak positif pada persepsi publik terhadap Pemprov Jabar. Hal ini juga menjadi pengingat bahwa komunikasi politik yang baik perlu diimbangi dengan perbaikan nyata di tingkat institusional.

Sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Jawa Barat memegang peranan penting dalam peta politik nasional. Survei semacam ini tidak hanya mencatat angka-angka kepuasan, tetapi juga mencerminkan harapan, kegelisahan, sekaligus tantangan yang dihadapi oleh pemimpin daerah dan timnya. Untuk Dedi Mulyadi dan Pemprov Jabar, hasil survei ini bisa menjadi refleksi penting bagaimana menjembatani kesenjangan antara citra personal dan kinerja pemerintahan.

(*)

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.