Jakarta - Dugaan korupsi Rp193 triliun di Pertamina memicu gelombang kemarahan publik, terutama terkait transparansi dan kualitas bahan bakar Pertamax. Diskusi di media sosial X (sebelumnya Twitter) semakin memanas setelah muncul laporan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan manipulasi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang.
Salah satu isu utama yang mencuat adalah dugaan bahwa Pertamax (RON 92) yang dijual di pasaran memiliki kualitas yang tidak sesuai standar, bahkan disebut-sebut setara dengan Pertalite (RON 90). Jika benar, konsumen berpotensi dirugikan karena membayar lebih mahal untuk bahan bakar yang kualitasnya lebih rendah.
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi Rp193 triliun yang melibatkan PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam periode 2018–2023. “Tagar #Pertamax trending di X didorong oleh kekecewaan masyarakat yang merasa dirugikan akibat dugaan korupsi ini,” tulis Hops.id dalam laporannya.
Di tengah polemik ini, Pertamina membantah tuduhan bahwa Pertamax yang beredar merupakan oplosan. Perusahaan pelat merah ini menegaskan bahwa seluruh produk BBM mereka telah melalui standar kualitas yang ketat. Namun, keresahan publik semakin meningkat setelah harga BBM naik pada Februari 2025, dengan Pertamax melonjak dari Rp12.500 menjadi Rp12.900 per liter, sementara Pertamax Turbo naik dari Rp13.700 menjadi Rp14.000 per liter.
Sebagai bahan bakar unggulan, Pertamax dikenal memiliki angka oktan 92 dan teknologi PERTATEC yang diklaim dapat membersihkan mesin serta meningkatkan efisiensi bahan bakar. Namun, dengan adanya dugaan praktik curang di Pertamina, masyarakat mulai meragukan apakah mereka benar-benar mendapatkan produk sesuai standar.
Kasus dugaan korupsi Rp193 triliun ini masih dalam tahap penyelidikan. Publik menuntut transparansi penuh dari Pertamina dan aparat penegak hukum, serta meminta agar pihak yang terbukti bersalah ditindak tegas. Di tengah gejolak ini, perdebatan mengenai Pertamax, harga BBM, dan kredibilitas Pertamina diperkirakan akan terus berlanjut.
(*)