Jakarta – Sebuah video yang menampilkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berdialog dengan warga Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi viral di platform X (Twitter) pada akhir pekan lalu. Video ini pertama kali dibagikan oleh akun @MurtadhaOne1 dan kemudian diunggah ulang oleh banyak akun lainnya.
Dalam video berdurasi sekitar dua menit itu, seorang warga menyatakan bahwa aktivitas tambang di wilayah mereka tidak merusak lingkungan. “Laut kami bersih, tidak ada kerusakan, hoaks kalau dibilang rusak,” ujar warga tersebut di hadapan Bahlil.
Pernyataan itu menuai beragam reaksi dari publik. Banyak netizen menilai narasi yang disampaikan dalam video tersebut hanya menampilkan satu sisi—yakni suara warga yang mendukung aktivitas pertambangan—tanpa menampilkan sudut pandang lain dari masyarakat yang terdampak secara negatif.
Netizen Soroti Fakta yang tidak Berbanding Lurus dengan Kondisi di Lapangan
Reaksi publik di media sosial didominasi oleh nada kritis. Sejumlah warganet menyoroti bahwa video tersebut tidak mencerminkan keseluruhan situasi di Pulau Gag. Mereka mempertanyakan apakah suara yang direkam benar-benar mewakili mayoritas warga, atau hanya sebagian kecil yang memiliki afiliasi atau kepentingan tertentu.
Akun @BosPurwa menulis, “Warga yang ditemui Bahlil bilang laut bersih, tapi tambang lain yang beroperasi juga tidak disinggung. Ini seperti cipta kondisi. Jangan kasih panggung ke satu suara saja!”
Kritik semakin menguat setelah sejumlah netizen membandingkan cuplikan tersebut dengan laporan investigatif yang ditayangkan Kompas TV awal 2024. Dalam tayangan itu, terlihat limpasan sedimen dari area tambang yang mengalir ke laut, serta perubahan warna air di sekitar pesisir. Beberapa nelayan juga mengaku hasil tangkapan ikan menurun drastis sejak aktivitas tambang meningkat.
Suara Warga yang Minim Representasi
Kehadiran Bahlil dan pernyataan warga dalam video turut memicu diskusi lebih luas tentang representasi warga lokal. Dalam berbagai laporan media sebelumnya, sebagian masyarakat Pulau Gag menyatakan kekhawatiran terhadap potensi kerusakan lingkungan akibat pertambangan. Mereka menilai, dampak jangka panjang terhadap laut dan hutan bisa mengancam sumber penghidupan yang bersifat turun-temurun.
Namun dalam video yang viral tersebut, suara kritis seperti itu tidak terlihat. Tidak ada keterangan siapa yang diundang berbicara, apakah ada forum terbuka, atau apakah warga yang terdampak langsung turut dilibatkan. Hal ini membuat narasi yang beredar dinilai timpang dan tidak mencerminkan realitas kompleks di lapangan.
Posisi Bahlil: Pengawasan Netral atau Legitimasi Investasi?
Sebagai Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keberlangsungan sektor energi dan sumber daya mineral secara berkelanjutan. Namun, latar belakangnya sebagai mantan Menteri Investasi membuat sebagian publik menilai pendekatannya masih sarat dengan logika pro-investor.
Kunjungan ke Pulau Gag—yang ditafsirkan sebagian pihak sebagai upaya “pembelaan terhadap tambang”—mengundang kritik mengenai posisi negara dalam konflik lingkungan. Apakah negara benar-benar menjadi penengah yang adil, atau justru memberikan legitimasi kepada korporasi melalui kunjungan simbolik seperti ini?
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Menteri Bahlil atau Kementerian ESDM terkait tanggapan atas kritik publik maupun konteks kunjungan yang terekam dalam video tersebut.
Video viral ini menyoroti pentingnya komunikasi publik yang transparan, adil, dan mewakili berbagai suara—terutama dalam isu lingkungan yang menyangkut hajat hidup masyarakat adat dan keberlanjutan ekosistem.
Di tengah meningkatnya investasi pertambangan di wilayah timur Indonesia, masyarakat sipil dan komunitas lokal terus mendesak agar pemerintah tidak hanya mengejar angka investasi, tetapi juga menjamin perlindungan lingkungan, budaya, dan hak-hak warga.
Ke depan, setiap kunjungan pejabat tinggi ke wilayah sensitif seperti Pulau Gag idealnya disertai dokumentasi yang terbuka, keterlibatan komunitas yang luas, serta kejelasan soal dampak sosial dan ekologis dari kegiatan tambang yang diizinkan.
Dalam situasi seperti ini, narasi yang terlihat “clean & clear” di kamera belum tentu mencerminkan keadaan sebenarnya di lapangan. Keseimbangan dalam menyampaikan fakta dan keberagaman suara warga adalah fondasi penting bagi kebijakan yang adil dan berkelanjutan. ***