Rabat - Larangan berkurban yang dikeluarkan oleh Raja Mohammed VI tahun ini menjadi perhatian internasional, terutama karena keputusan tersebut mencerminkan gabungan tekanan ekonomi, krisis iklim, dan pertimbangan keagamaan. Dalam surat resmi yang dibacakan oleh Menteri Urusan Agama Ahmed Toufiq, Raja menyampaikan bahwa masyarakat Maroko diminta untuk tidak menyembelih hewan kurban pada Iduladha 2025.
Arahan Langsung dari Raja Mohammed VI
Dalam pidato yang dibacakan secara resmi oleh Ahmed Toufiq, Raja Mohammed VI menegaskan bahwa penyembelihan hewan kurban pada tahun ini berpotensi membawa kerugian nyata bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam isi surat tersebut disebutkan, “Dalam semangat solidaritas dan tanggung jawab, kami meminta rakyat untuk tidak melaksanakan penyembelihan hewan pada Iduladha ini.” Raja menyampaikan bahwa prosesi kurban akan tetap dilakukan atas nama seluruh rakyat oleh pihak kerajaan secara simbolis.
Langkah ini bukan hanya didasari alasan spiritual, tetapi juga merupakan bentuk respons konkret terhadap tekanan ekonomi yang dihadapi masyarakat secara luas.
Dampak Kekeringan Tujuh Tahun Berturut-turut
Maroko saat ini sedang menghadapi salah satu periode kekeringan paling panjang dalam sejarahnya. Selama tujuh tahun terakhir, curah hujan tercatat 53 persen di bawah rata-rata selama 30 tahun sebelumnya. Hal ini mengakibatkan hilangnya padang rumput alami, yang selama ini menjadi sumber utama pakan ternak.
Data dari Kementerian Pertanian Maroko menunjukkan bahwa jumlah domba dan sapi menyusut drastis, dengan penurunan populasi mencapai hampir 38 persen sejak 2016. Kondisi ini berdampak langsung pada ketersediaan hewan kurban di pasar domestik.
Menurut pernyataan resmi dari Aziz Akhannouch, Perdana Menteri Maroko, pemerintah telah berupaya mengatasi krisis ini dengan berbagai intervensi darurat, termasuk menurunkan tarif impor untuk hewan ternak dan memberikan subsidi kepada peternak kecil.
Harga Hewan Kurban Melonjak Tajam
Kenaikan harga hewan kurban menjadi salah satu alasan utama di balik larangan ini. Di beberapa wilayah, harga satu ekor domba mencapai 600 hingga 1.200 dolar AS. Sebagai perbandingan, upah minimum bulanan di Maroko saat ini hanya sekitar 3.500 dirham atau sekitar 324 dolar AS.
Menteri Keuangan Nadia Fettah Alaoui menyampaikan bahwa lonjakan harga disebabkan oleh kelangkaan hewan akibat krisis iklim, serta naiknya biaya impor pakan ternak dari luar negeri. Pemerintah pun menilai bahwa kurban dalam kondisi ini akan menjadi beban ekonomi besar bagi keluarga kelas bawah dan menengah.
Sebuah survei nasional yang dilakukan oleh Kantor Tinggi Perencanaan (HCP) menunjukkan bahwa lebih dari 55 persen rumah tangga menyatakan tidak mampu melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini, bahkan sebelum pengumuman resmi kerajaan.
Kebijakan Intervensi Pemerintah: Penutupan Pasar dan Impor Massal
Sebagai tindak lanjut dari arahan Raja, pemerintah menutup sementara pasar ternak lokal untuk mencegah spekulasi harga. Pemerintah juga mempermudah prosedur impor hewan kurban, termasuk mendatangkan lebih dari 100.000 ekor domba dari Australia sebagai alternatif darurat.
Younes Sekkouri, Menteri Ketenagakerjaan dan Integrasi Ekonomi, mengatakan bahwa langkah ini diambil tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menyelamatkan sektor peternakan domestik.
Dalam keterangan resminya, Sekkouri menyebut bahwa penyaluran daging impor akan difokuskan pada kelompok masyarakat rentan dan wilayah pedesaan yang paling terdampak kekeringan.
Tinjauan Keagamaan: Kurban Dapat Ditangguhkan
Dari sisi keagamaan, larangan kurban tahun ini mendapatkan justifikasi dari sejumlah ulama besar di Maroko. Mereka menekankan bahwa ibadah kurban bersifat sunnah muakkadah, yang artinya sangat dianjurkan namun tidak wajib.
Syekh Mustapha Benhamza, Ketua Dewan Ulama di Wilayah Oujda, menyampaikan bahwa “Dalam keadaan darurat seperti kekeringan atau krisis ekonomi, Islam memberi kelonggaran kepada umat untuk tidak melaksanakan kurban demi menjaga keseimbangan sosial.”
Hal serupa pernah terjadi pada masa Raja Hassan II, ayah dari Raja Mohammed VI. Saat itu, larangan serupa diberlakukan sebanyak tiga kali karena kondisi negara yang tidak memungkinkan, termasuk saat masa perang dan bencana alam.
Iduladha Tetap Dirayakan Tanpa Penyembelihan
Meski penyembelihan hewan ditiadakan secara umum, umat Muslim di Maroko tetap merayakan Iduladha dengan salat berjamaah, berbagi makanan, dan memperkuat silaturahmi. Kegiatan sosial dan amal tetap dilaksanakan oleh berbagai lembaga kemasyarakatan dan keagamaan.
Raja Mohammed VI dalam pesannya menyampaikan bahwa nilai-nilai pengorbanan dan solidaritas tetap bisa dijalankan tanpa harus menyembelih hewan. “Kurban adalah bentuk ibadah, tetapi menjaga martabat dan kehidupan sosial masyarakat juga merupakan perintah agama,” ujar Raja dalam pernyataannya.
(*)