• 14 Jul, 2025

Mengapa Orang Meninggal di Toraja Baru Dikubur Setelah Satu Tahun? Ini Fakta yang Jarang Diketahui

Mengapa Orang Meninggal di Toraja Baru Dikubur Setelah Satu Tahun? Ini Fakta yang Jarang Diketahui

Tradisi unik Toraja: jenazah disimpan hingga bertahun-tahun sebelum dikubur. Temukan alasan budaya, ekonomi, dan filosofi di balik Rambu Solo’.

Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dikenal dunia bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena tradisi kematiannya yang unik. Di sana, orang meninggal dunia bisa disimpan berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sebelum akhirnya dimakamkan. Mengapa bisa demikian?

Fenomena ini sering menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat luar. Dalam pandangan umum, jenazah seharusnya segera dikuburkan demi alasan kesehatan dan kepercayaan agama. Namun di Toraja, sebuah pemakaman tidak serta-merta terjadi setelah kematian. Justru, proses menuju pemakaman bisa menjadi peristiwa terpenting dalam hidup seseorang—meski ironiya, itu terjadi setelah mereka tiada.

Tradisi Rambu Solo’: Pemakaman Bukan Sekadar Mengubur

Penyebab utama penundaan pemakaman adalah ritual adat bernama Rambu Solo’, yaitu upacara pemakaman tradisional masyarakat Toraja yang sarat makna dan simbol. Rambu Solo’ bukan hanya sebuah ritual pengantar arwah, tetapi juga bentuk penghormatan tertinggi terhadap leluhur.

Selama prosesi belum dilaksanakan, jenazah dianggap masih berada di antara dunia orang hidup dan dunia roh. Orang yang telah meninggal bahkan tidak langsung disebut mayat, melainkan “to makula” atau orang yang sakit. Dalam periode ini, keluarga tetap memperlakukan jenazah seperti orang hidup: mereka diberi makan, diajak berbicara, dan ditempatkan di ruang keluarga.

Mahalnya Biaya dan Kompleksitas Sosial

Satu alasan yang tak kalah penting adalah soal biaya. Rambu Solo’ bukan sekadar seremoni sederhana. Ia membutuhkan persiapan matang, dana yang sangat besar, dan partisipasi luas dari keluarga besar serta masyarakat. Pengorbanan puluhan hingga ratusan ekor kerbau dan babi merupakan hal yang lazim. Biaya yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Oleh karena itu, tak jarang jenazah disimpan selama berbulan-bulan atau lebih dari satu tahun, sembari keluarga mengumpulkan dana dan menyusun logistik upacara. Dalam satu wawancara dengan warga lokal, seorang tokoh masyarakat mengatakan, “Kalau tidak mampu bikin Rambu Solo’, maka arwah tidak akan tenang. Itu sebabnya kami rela menunggu, bahkan bertahun-tahun.”

Pengawetan Modern dan Perawatan Tradisional

Pertanyaan umum berikutnya adalah: bagaimana jenazah bisa tidak membusuk selama berbulan-bulan?

Jawabannya terletak pada kombinasi antara teknologi modern dan tradisi lokal. Banyak keluarga menggunakan formalin untuk membalsem jenazah. Di sisi lain, suhu sejuk di pegunungan Toraja dan rumah adat Tongkonan yang tertutup membantu memperlambat proses pembusukan. Tak kalah penting, jenazah dirawat setiap hari oleh keluarga sebagai bentuk kasih dan penghormatan.

Filosofi Hidup Setelah Mati

Bagi masyarakat Toraja, kematian bukan akhir dari kehidupan, tetapi awal dari perjalanan menuju Puya—dunia roh. Semakin besar penghormatan yang diberikan melalui Rambu Solo’, semakin baik pula posisi arwah di alam sana.

Kematian, dalam pandangan mereka, adalah momen sakral yang memerlukan waktu dan proses. Sebagaimana seorang warga Toraja mengatakan dalam dokumentasi budaya lokal, “Mati bukan berarti selesai. Mati adalah saat kita menunjukkan seberapa besar cinta dan hormat kepada orang tua kita.”

Tradisi yang Bertahan di Era Modern

Meski zaman telah berubah dan banyak orang Toraja kini merantau ke kota-kota besar atau luar negeri, tradisi ini tetap lestari. Generasi muda bahkan mulai menabung sejak dini demi upacara kematian orang tuanya kelak. Ini menunjukkan bahwa adat bukan beban, melainkan kehormatan.

Belajar dari Tradisi Toraja

Tradisi pemakaman di Toraja mengajarkan bahwa kematian bukan hanya soal perpisahan, tetapi juga tentang penghargaan atas kehidupan dan warisan keluarga. Di tengah dunia modern yang serba cepat dan praktis, masyarakat Toraja justru mengajarkan kita untuk melambat, merenung, dan menghormati mereka yang telah lebih dulu pergi.

(*)

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.