Apakah Kasus Tom Lembong Menjadi Preseden Baru Penegakan Hukum di Indonesia?
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi menuai perhatian luas. Apakah ini pertanda supremasi hukum yang konsisten atau bentuk tebang pilih?
Masalah seksual sering jadi bom waktu perceraian. Ungkap fakta, penyebab, dan cara mengatasi agar rumah tangga tak hancur berantakan!
Bekasi, Jawa Barat — Masalah seksual dalam rumah tangga masih menjadi isu yang kerap tersembunyi di balik pintu kamar tidur, namun dampaknya begitu nyata hingga mampu mengguncang fondasi pernikahan. Di Indonesia, persoalan ini bukan hanya persoalan privat, tapi juga menjadi salah satu penyebab utama perceraian.
Pakar ginekologi dr. Boy Dian Nugraha menjelaskan bahwa sekitar 29 persen kasus perceraian di Indonesia disebabkan oleh masalah seksual. “Buruknya komunikasi menjadi penyebab utama perceraian sebesar 58 persen, disusul dengan masalah seks 29 persen dan faktor ekonomi sebesar 13 persen,” ujarnya.
Pernyataan ini selaras dengan penelitian dalam jurnal Tabsyir: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang menyoroti bahwa kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi sangat berpengaruh terhadap tingginya angka perceraian. Dalam studi tersebut dijelaskan bahwa ketidakterpenuhan kebutuhan seksual kerap kali muncul akibat kurangnya komunikasi yang baik antara pasangan. Akibatnya, banyak pasangan tidak mampu mempertahankan rumah tangga mereka.
“Pasangan suami istri tidak bisa mempertahankan rumah tangganya disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan seksual yang diinginkan. Ini seringkali terjadi karena kurangnya komunikasi yang baik antara suami dan istri,” tulis penulis dalam jurnal tersebut.
Masalah seksual dalam pernikahan dapat dipicu oleh berbagai faktor. Dari sisi fisik, kondisi seperti disfungsi ereksi, ejakulasi dini, vaginismus, hingga penurunan libido kerap menjadi akar persoalan. Dari sisi psikologis, stres, depresi, trauma masa lalu, atau tekanan dalam rumah tangga dapat memengaruhi performa dan hasrat seksual.
Tidak hanya itu, penyimpangan perilaku seksual juga kerap menjadi konflik laten dalam hubungan. Ketika preferensi seksual salah satu pasangan tidak diterima atau bahkan menyimpang dari norma umum, konflik bisa berkembang menjadi ketidaknyamanan hingga kekerasan dalam hubungan.
Dalam konteks hukum, Indonesia telah memiliki landasan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU ini menegaskan bahwa kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga dapat ditindak secara hukum, termasuk jika terjadi dalam hubungan suami istri. Hal ini menandakan bahwa seks dalam pernikahan bukan hanya soal kewajiban biologis, tapi juga tentang kesetaraan dan penghormatan terhadap hak pasangan.
Sementara itu, edukasi seks dalam pernikahan masih menjadi tantangan tersendiri. Minimnya pemahaman tentang pentingnya komunikasi dan kebutuhan seksual pasangan sering kali membuat banyak suami istri merasa terasing dalam kehidupan intim mereka sendiri.
Padahal, keterbukaan dan komunikasi adalah kunci. Konseling pernikahan, terapi seksual, dan pendampingan psikologis dapat membantu pasangan yang menghadapi tantangan dalam aspek ini. Namun, upaya ini akan sia-sia jika tidak dimulai dari keberanian untuk mengakui bahwa ada masalah yang perlu dibicarakan.
Kamar tidur memang bersifat privat, tapi kehancuran rumah tangga akibat masalah seksual adalah kenyataan publik yang kini tak bisa lagi disangkal. Untuk itu, membangun rumah tangga yang sehat secara emosional dan seksual bukan hanya pilihan, tapi keharusan.
(*)
Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.
Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi menuai perhatian luas. Apakah ini pertanda supremasi hukum yang konsisten atau bentuk tebang pilih?
Hubungan Prabowo dan PDIP makin erat usai pertemuan elite Gerindra dengan Megawati. Apakah ini sinyal PDIP akan dukung pemerintahan Prabowo? Simak analisis lengkap soal KIM Plus, koalisi batin, dan arah politik nasional ke depan.
AS-Israel kembali gunakan narasi ancaman nuklir, kini diarahkan ke Iran. Benarkah ini propaganda baru yang ulangi kebohongan senjata pemusnah massal Irak 2003? Simak analisis mendalam tentang motif tersembunyi dan skenario geopolitik yang sedang dimainkan.