Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara soal dinamika panas dalam upaya pemberantasan korupsi di awal pemerintahannya. Dalam pidatonya di Kongres IV Tunas Indonesia Raya (TIDAR), ia mengungkap bahwa sejumlah aparat penegak hukum (APH) mengalami teror karena membongkar praktik korupsi.
“Saya mendapat laporan ada rumah penegak hukum didatangi orang tidak dikenal, ada mobil diikuti, rumahnya difoto-foto,” kata Prabowo di Jakarta, Jumat (17/5/2025). Ia pun menegaskan posisinya, “Saya tidak gentar.”
Pernyataan ini tidak hanya menjadi sorotan publik, tapi juga mempertegas sikap tegas pemerintah dalam memerangi korupsi. Prabowo menyebut bahwa dalam enam bulan pemerintahannya, negara telah berhasil menyelamatkan aset ratusan triliun rupiah dari tindak pidana korupsi. “Setiap hari kita bongkar korupsi,” ujarnya.
Namun, kondisi di lapangan tak sesederhana itu. Di balik keberhasilan membongkar kasus, muncul bayang-bayang ancaman terhadap mereka yang menjalankan hukum. Dalam situasi ini, kehadiran TNI untuk menjaga kantor-kantor kejaksaan pun menjadi sorotan baru. Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyebut bahwa pengerahan TNI adalah kerja sama biasa. “Ini bukan keadaan darurat. TNI dikerahkan sebagai bentuk sinergi antar-lembaga,” katanya.
Namun, sejumlah pihak menilai langkah ini berpotensi menabrak prinsip hubungan sipil-militer yang demokratis. Ketua Centra Initiative, Al Araf, meminta Presiden mengevaluasi kebijakan tersebut. Menurutnya, pengerahan TNI ke kejaksaan tidak sesuai dengan ranah operasi militer selain perang (OMSP) yang proporsional. “Pengerahan ini bisa merusak tatanan penegakan hukum sipil,” ujar Al Araf kepada wartawan.
Pengamat politik BRIN, Firman Noor, menambahkan analisis lebih dalam. Ia menilai kehadiran TNI bisa dibaca sebagai manuver politik untuk mengimbangi kekuatan yang masih dimiliki Presiden sebelumnya, Joko Widodo, dalam institusi seperti kepolisian. “Ada konteks politik yang tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, akademisi hubungan sipil-militer RAJ Mayyasari Timoer Gondokusumo menilai langkah itu sebagai bentuk sinergi dan bukan intervensi. “Ini sah secara hukum dan mendesak secara keamanan,” katanya.
Di tengah tarik menarik pandangan ini, sikap tegas Presiden Prabowo menjadi penanda penting bahwa pemberantasan korupsi tidak akan surut meski menghadapi intimidasi. Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa dalam upaya melindungi penegak hukum, prinsip demokrasi tetap dijaga, dan supremasi sipil atas militer tidak dikaburkan oleh urusan keamanan.
Sementara itu, masyarakat menanti bukti konkret dari komitmen tersebut. Karena dalam pertarungan melawan korupsi, keberanian saja tidak cukup; yang dibutuhkan adalah keadilan yang berdiri tegak, tanpa takut dan tanpa kompromi.
(*)