• 14 Jul, 2025

Raja Ampat di Ambang Kehancuran: Greenpeace Indonesia Ajak Lawan Oligarki Perusak Bumi!

Raja Ampat di Ambang Kehancuran: Greenpeace Indonesia Ajak Lawan Oligarki Perusak Bumi!

Greenpeace Indonesia serukan perlawanan demi selamatkan Raja Ampat & hutan Papua dari tambang dan sawit. Dukung Suku Awyu! #SaveRajaAmpat #TimeToResist

Jakarta - Di tengah sorotan dunia terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, Indonesia menghadapi krisis ekologis yang semakin nyata. Raja Ampat dan hutan adat Papua—dua kawasan paling vital dalam menjaga keberagaman hayati dan keseimbangan alam global—kini berada dalam ancaman serius. Krisis ini bukan sekadar tentang pohon yang ditebang atau laut yang tercemar. Ini adalah soal kelangsungan hidup masyarakat adat, keberlanjutan ekosistem, dan perlawanan terhadap sistem kekuasaan yang rakus dan tak peduli pada masa depan bumi.

Raja Ampat, sebuah gugusan pulau di Papua Barat Daya, dikenal sebagai salah satu pusat biodiversitas laut terkaya di dunia. Lebih dari 75% spesies karang dunia dapat ditemukan di wilayah ini, menjadikannya warisan ekologis yang tak tergantikan. Namun, di balik kemegahan alamnya, tersembunyi ancaman baru: eksploitasi tambang nikel yang dibungkus retorika hilirisasi. Hilirisasi yang dijanjikan membawa kemajuan ekonomi ternyata menyisakan derita bagi banyak wilayah di Indonesia, dan kini giliran Raja Ampat menjadi sasaran berikutnya.

Di sisi lain, hutan adat Papua yang menjadi rumah bagi berbagai suku seperti Awyu dan Moi juga mengalami tekanan berat. Perusahaan seperti PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) memperoleh izin usaha untuk membuka lahan sawit seluas puluhan ribu hektare. Proses perizinan ini banyak yang cacat secara hukum dan etika, karena dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat, dan bahkan tanpa pemberitahuan yang layak.

Franky Woro, seorang pejuang lingkungan dari Suku Awyu, menyuarakan keresahan kolektif komunitasnya:

“Kami sebagai pemilik wilayah adat tidak mendapatkan informasi tentang rencana aktivitas perusahaan. Kami juga tidak dilibatkan saat penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).”

Kutipan ini menggambarkan dengan gamblang bagaimana proses-proses formal yang seharusnya menjamin partisipasi publik justru diabaikan, memperlihatkan bahwa eksploitasi bukan hanya terjadi atas alam, tetapi juga atas hak-hak dasar masyarakat adat.

Greenpeace Indonesia menyuarakan perlawanan melalui kampanye #TimeToResist. Seruan ini tidak hanya ditujukan untuk menyelamatkan kawasan tertentu, melainkan juga untuk membongkar akar masalah yang lebih dalam: kekuasaan oligarki dan dominasi korporasi atas sumber daya alam. Dalam kampanyenya, Greenpeace menegaskan:

“Bersama-sama kita telah melawan rezim menindas, membentuk serikat pekerja, dan menyelamatkan lingkungan dari perusahaan multinasional. Kita bisa menang lagi.”

Korporasi dan elit kekuasaan memainkan peran kunci dalam mempercepat krisis lingkungan melalui jejaring kekuatan yang mengontrol regulasi, media, dan akses terhadap lahan. Mereka menggunakan sumber daya finansial untuk mendanai politisi, melemahkan hukum lingkungan, dan membungkam suara-suara kritis. Melawan mereka bukan hal mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Sejarah menunjukkan bahwa gerakan rakyat yang solid dan terorganisir mampu menggulingkan sistem penindasan, dan kini momentum itu dibutuhkan kembali.

Dalam konteks ini, aksi nyata dari masyarakat menjadi sangat penting. Greenpeace Indonesia mengajak publik untuk terlibat dalam tiga langkah konkret:

  1. Dukung Gugatan Hukum Suku Awyu
    Masyarakat Awyu, melalui Franky Woro, telah mengajukan gugatan terhadap PT Indo Asiana Lestari di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Dukungan publik sangat penting agar kasus ini mendapatkan sorotan dan keadilan dapat ditegakkan.
  2. Desak Evaluasi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat
    Pemerintah didorong untuk mengevaluasi seluruh izin tambang nikel yang berpotensi merusak kawasan Raja Ampat. Transparansi, akuntabilitas, dan pelibatan masyarakat lokal menjadi syarat mutlak sebelum keputusan apapun diambil.
  3. Sebarkan Kesadaran dan Suarakan Perlawanan
    Menggunakan tagar #SaveRajaAmpat dan #TimeToResist, setiap individu bisa menjadi bagian dari perubahan. Kampanye digital yang kuat dapat membentuk opini publik dan menekan pemerintah serta korporasi untuk bertindak secara bertanggung jawab.

Perlawanan ini bukan hanya soal mempertahankan satu kawasan hutan atau satu gugus pulau, tetapi tentang mempertahankan prinsip bahwa bumi bukan milik segelintir orang, melainkan warisan bersama umat manusia. Perampasan tanah adat, eksploitasi tambang, dan ekspansi sawit yang tidak terkendali adalah cermin dari krisis moral dan krisis kepemimpinan yang tak bisa lagi dibiarkan.

“Kita sudah kehilangan terlalu banyak, termasuk kekayaan alam dan keanekaragaman hayati akibat industri pertambangan. Kali ini Raja Ampat yang menjadi korbannya.”

Kalimat ini menyiratkan bahwa waktu untuk bertindak adalah sekarang. Ketika satu-satunya yang tersisa adalah puing-puing dan kenangan, maka penyesalan tak akan lagi berarti. Oleh karena itu, mari bersatu melawan keserakahan yang merusak bumi. Dukung perjuangan Suku Awyu, selamatkan Raja Ampat, dan lawan oligarki.

Bersama, kita bisa menang.

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.