• 12 Jul, 2025

Refocusing & Efisiensi APBN: Jurus Sementara Cegah Krisis, Tapi Sampai Kapan?

Refocusing & Efisiensi APBN: Jurus Sementara Cegah Krisis, Tapi Sampai Kapan?

Refocusing & efisiensi anggaran cegah krisis jangka pendek. Tapi apakah cukup? Simak investigasi mendalam soal solusi struktural ekonomi Indonesia.

Jakarta — Pemerintah Indonesia terus mengandalkan strategi refocusing dan efisiensi anggaran sebagai tameng untuk meredam tekanan fiskal. Namun di balik langkah cepat ini, muncul pertanyaan besar, apakah strategi tersebut cukup ampuh untuk mencegah krisis ekonomi dalam jangka panjang?

Langkah efisiensi ini kembali ditegaskan pemerintah pada awal tahun 2025. Kementerian Keuangan mengumumkan rencana pemotongan anggaran senilai Rp306,7 triliun, setara dengan 8% dari total belanja negara tahun ini. “Kami tidak akan mengubah struktur APBN yang telah disusun. Ini efisiensi, bukan revisi,” ujar Direktur Anggaran Negara Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan. Fokus penghematan diarahkan pada perjalanan dinas, pengadaan, serta kegiatan-kegiatan seremonial yang dianggap tidak mendesak.

Langkah serupa juga diterapkan oleh Kementerian Sosial. Menteri Sosial, Gus Ipul, menyatakan bahwa refocusing dilakukan untuk memperkuat program yang benar-benar menyentuh masyarakat. “Refocusing dan efisiensi ini harus memperkuat program-program pro-rakyat,” ujarnya dalam pernyataan resminya.

Dari sisi hasil, kebijakan ini berhasil menekan defisit APBN 2024 menjadi Rp507,8 triliun atau 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah dari proyeksi awal. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, menjelaskan bahwa keberhasilan ini merupakan dampak dari disiplin fiskal dan perencanaan yang terukur.

Kebijakan Jangka Pendek, Bukan Solusi Permanen

Namun, di tengah pencapaian tersebut, para pengamat fiskal mengingatkan bahwa efisiensi dan refocusing hanyalah solusi darurat. Kebijakan ini memang mampu menahan tekanan fiskal dalam jangka pendek, tetapi belum menyentuh persoalan struktural, seperti basis pajak yang sempit, ketimpangan belanja, hingga ketergantungan terhadap utang.

Reformasi Pajak dan Perluasan Basis Penerimaan

Sadar akan hal ini, pemerintah pun mulai menyiapkan sejumlah langkah reformasi. Salah satunya adalah mendorong peningkatan penerimaan pajak. Kementerian Keuangan mencatat bahwa penerimaan pajak sepanjang 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun, tumbuh 3,5% dari tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan penerimaan pajak tumbuh 9,3% pada 2025. “Kami akan terus memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama DPR RI.

Belanja Negara yang Lebih Terukur dan Tepat Sasaran

Dalam APBN 2024, total belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.325,1 triliun. Pemerintah menekankan agar alokasi ini digunakan secara produktif dan efisien, terutama untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, menjelaskan bahwa efisiensi belanja difokuskan pada belanja barang yang tidak langsung berdampak kepada masyarakat.

Investasi Asing dan Domestik sebagai Motor Ekonomi

Realisasi investasi langsung asing (FDI) sepanjang 2024 mencapai Rp900,2 triliun, naik 21% dibanding tahun sebelumnya. Data dari Kementerian Investasi menunjukkan bahwa Singapura menjadi negara asal investasi terbesar dengan nilai sekitar Rp301,5 triliun. Investasi ini didominasi oleh sektor logam dasar, industri kertas, dan pertambangan.

UMKM dan Koperasi Diperkuat sebagai Pilar Ekonomi Nasional

Melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), pemerintah berhasil menyalurkan dana hingga Rp269,48 triliun pada 2024 atau 96,24% dari target. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa “koperasi harus terus tumbuh dan beregenerasi karena menjadi akar perekonomian nasional.”

Digitalisasi UMKM juga menjadi prioritas. Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan program “Level Up 2024” untuk mendorong transformasi digital UMKM. Program ini bertujuan memperkuat daya saing serta memperluas akses pasar melalui pemanfaatan teknologi.

Menjaga Defisit dan Disiplin Utang

Pemerintah mencatat defisit APBN 2025 sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB. Defisit ini sebagian besar untuk membiayai program prioritas seperti penyediaan makanan bergizi gratis. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Suminto, menyampaikan bahwa pemerintah tetap menjaga defisit dalam batas aman, serta menerapkan strategi pembiayaan yang terukur dan hati-hati.

Melihat pola yang terbentuk, refocusing dan efisiensi ibarat pereda nyeri saat ekonomi demam. Ia memang meredakan gejala, tapi tidak menyembuhkan sumber penyakit. Solusi permanen memerlukan reformasi struktural yang mendalam dan konsisten. Dengan membenahi penerimaan negara, membelanjakan anggaran secara tepat, memperkuat UMKM, serta menarik investasi berkualitas, Indonesia punya peluang untuk keluar dari siklus krisis dan membangun fondasi fiskal yang lebih kokoh.

(*)

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.