• 22 Jun, 2025

Rokok Ilegal Naik 46%, Kinerja Bea Cukai Dipertanyakan Publik

Rokok Ilegal Naik 46%, Kinerja Bea Cukai Dipertanyakan Publik

Peredaran rokok ilegal naik 46%, Bea Cukai diuji untuk hentikan kerugian negara Rp97,81 triliun.

Jakarta - Peredaran rokok ilegal di Indonesia telah mencapai angka yang mengkhawatirkan, dengan konsumsi rokok ilegal diperkirakan menembus 46% pada tahun 2024, menandai peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tidak hanya menunjukkan betapa meluasnya pasar rokok ilegal, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menangani masalah tersebut.

Seiring dengan maraknya produk rokok ilegal, yang mayoritas berupa rokok polos tanpa pita cukai, negara mengalami kerugian yang sangat besar. Berdasarkan data terbaru, kerugian yang ditimbulkan oleh peredaran rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp97,81 triliun pada tahun 2024. Angka ini menjadi cerminan betapa besar dampak negatif yang ditimbulkan terhadap perekonomian negara. Masyarakat, yang sebagian besar beralih ke rokok ilegal dengan harga lebih murah, tampaknya turut memperburuk situasi ini.

Rokok ilegal yang beredar di pasar tanpa pita cukai memberikan pilihan yang lebih terjangkau bagi konsumen, namun mengabaikan kewajiban negara untuk mengumpulkan pajak yang pada akhirnya merugikan pembangunan, ujar Kepala Direktorat Kepabeanan dan Cukai, Yosua Indrawan, dalam wawancaranya dengan media.

Sebagai respons terhadap maraknya rokok ilegal, Bea Cukai telah berusaha maksimal dengan melakukan serangkaian penindakan. Sejak Januari hingga Oktober 2024, DJBC tercatat telah melakukan 31.275 penindakan terhadap perdagangan ilegal, termasuk rokok ilegal, yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas peredaran barang ilegal. Penindakan ini tidak hanya mencakup penyitaan barang bukti, tetapi juga penegakan hukum terhadap para pelaku, mulai dari distributor hingga pedagang eceran.

Namun, meskipun Bea Cukai aktif dalam melakukan penindakan, tantangan yang dihadapi semakin kompleks. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah jaringan distribusi rokok ilegal yang semakin luas dan terorganisir dengan baik. Produk rokok ilegal kini tidak hanya ditemukan di pasar-pasar tradisional atau daerah terpencil, tetapi juga mulai merambah ke pusat-pusat perbelanjaan besar di kota-kota besar. Hal ini membuat upaya pengawasan semakin sulit dilakukan dengan efektif.

Dalam operasi kami, kami berhasil menyita lebih dari 750 juta batang rokok ilegal sepanjang 2024. Namun, meskipun angka penindakan cukup besar, dampak terhadap pasar ilegal masih jauh dari harapan, ujar juru bicara Bea Cukai, Agus Hartono.

Tak hanya masalah distribusi yang menjadi tantangan utama, faktor harga cukai yang semakin tinggi juga mendorong sebagian konsumen beralih ke rokok ilegal sebagai alternatif yang lebih terjangkau. Dengan harga rokok yang terus meningkat akibat kebijakan pemerintah dalam menaikkan cukai tembakau, perokok kelas bawah menjadi lebih rentan untuk memilih rokok ilegal yang harganya jauh lebih murah.

Rokok polos tanpa pita cukai kini menguasai hampir 95% dari total rokok ilegal yang beredar di pasar, menciptakan dampak domino yang merugikan baik dari sisi ekonomi negara maupun aspek kesehatan masyarakat. Data ini memperlihatkan bagaimana skala besar peredaran rokok ilegal yang mengancam efektivitas kebijakan fiskal pemerintah.

Namun, di tengah tantangan yang berat ini, Bea Cukai terus berusaha memperbaiki mekanisme pengawasan dan penegakan hukum. Salah satu langkah yang sedang digencarkan adalah Operasi Gempur, yang telah dilaksanakan pada Juli hingga Agustus 2024. Dalam operasi ini, Bea Cukai berhasil melakukan penindakan terhadap ribuan kasus perdagangan rokok ilegal, menyita ratusan juta batang rokok, dan membongkar sejumlah jaringan distribusi.

Meskipun demikian, hasil yang diperoleh dari penindakan ini masih belum cukup signifikan untuk menekan peredaran rokok ilegal secara menyeluruh. Banyak pihak yang menganggap langkah yang diambil Bea Cukai masih kurang optimal, mengingat besarnya kerugian yang diakibatkan oleh peredaran rokok ilegal. Selain itu, masalah lain yang kerap menjadi sorotan adalah lemahnya koordinasi antara Bea Cukai dengan pihak terkait lainnya, seperti kepolisian dan pemerintah daerah, dalam menanggulangi peredaran barang ilegal ini.

Masyarakat pun mulai mempertanyakan apakah upaya yang dilakukan oleh Bea Cukai benar-benar cukup untuk menanggulangi masalah ini secara tuntas. Beberapa kalangan menilai bahwa strategi yang diterapkan Bea Cukai terkesan reaktif dan tidak memadai untuk menghadapi besarnya tantangan yang ada.

Bea Cukai, dalam menghadapi tantangan ini, harus dapat lebih mengedepankan strategi yang lebih proaktif dan holistik, baik dalam hal penegakan hukum, pendidikan kepada masyarakat, maupun dalam hal penguatan kerjasama lintas sektor. Jika tidak, rokok ilegal akan terus menggerogoti perekonomian negara dan kesehatan masyarakat, sementara Bea Cukai akan terus disorot atas kinerjanya yang dirasa kurang optimal.

Kinerja Bea Cukai dalam mengatasi peredaran rokok ilegal jelas menjadi isu yang semakin penting untuk diperhatikan. Ke depan, perlu adanya perbaikan sistemik dan peningkatan koordinasi antar lembaga untuk memastikan penindakan yang lebih efektif dan efisien. Jika tidak, kerugian negara yang terus bertambah dapat semakin memperburuk kondisi perekonomian Indonesia, sementara rakyat tetap terjebak dalam pasar gelap yang merugikan mereka. ***

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.