Jakarta – Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan LPG di PT Pertamina (Persero) semakin menyeruak ke permukaan, setelah Kejaksaan Agung RI menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini.
Menurut laporan resmi dari Kejaksaan Agung, investigasi menemukan indikasi kuat adanya praktik mark-up harga yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Kejaksaan Agung RI baru-baru ini menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara triliunan rupiah. Salah satu nama yang terseret adalah Dimas Werhaspati, sosok yang kini tengah menjadi sorotan atas dugaan keterlibatannya dalam praktik mark-up harga pengangkutan minyak dan LPG.
Berdasarkan temuan penyidik Kejaksaan Agung yang dikutip dari laporan resmi institusi tersebut, Dimas Werhaspati diduga memperoleh keuntungan pribadi sebesar 2-3% dari harga pasar melalui skema penggelembungan harga kontrak pengangkutan.
“Dalam kontrak dengan PT Pertamina Internasional Shipping (PIS), ditemukan markup hingga 12% dari harga pasar,” ungkap salah satu penyidik Kejaksaan Agung.
Modus operandi ini diduga melibatkan berbagai perusahaan afiliasi sebagai perantara, menciptakan jejaring korupsi yang terstruktur.
Upaya pengusutan kasus ini semakin intensif setelah penyidik Kejaksaan Agung menggeledah kediaman Dimas Werhaspati. Dari hasil penggeledahan, ditemukan sejumlah uang dalam berbagai mata uang yang jika dikonversikan ke rupiah mencapai sekitar Rp400 juta.
Selain itu, dokumen-dokumen penting, laptop, dan telepon genggam juga turut disita guna mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam skema ini.
Kasus ini merupakan bagian dari penyelidikan besar terhadap dugaan korupsi yang terjadi selama periode 2018-2023. Kejaksaan Agung menyoroti bagaimana tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), subholding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) diduga menjadi ladang praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Publik kini menanti langkah lebih lanjut dari Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus ini. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa "proses hukum akan berjalan secara transparan dan profesional sesuai dengan aturan yang berlaku."
Sementara itu, para tersangka yang telah ditetapkan akan menjalani proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan semakin terbukanya tabir dugaan korupsi ini, harapan untuk transparansi dan reformasi tata kelola energi nasional semakin menguat.
(*)