• 12 Jul, 2025

Starlink Dihantam Kompetitor Baru, Dominasi Elon Musk Mulai Diuji

Starlink Dihantam Kompetitor Baru, Dominasi Elon Musk Mulai Diuji

Starlink kini hadapi persaingan ketat dari proyek satelit Amazon dan negara besar seperti China dan Rusia. Akankah dominasi Elon Musk bertahan? Simak persaingan sengit internet satelit global yang semakin memanas di tahun 2025.

Jakarta – Layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk kini mulai menghadapi tantangan nyata dari sejumlah pemain besar yang tengah mengembangkan sistem serupa dengan cakupan global. Perkembangan ini menandai babak baru dalam persaingan sektor komunikasi satelit, di mana dominasi SpaceX tidak lagi sepenuhnya tak tergoyahkan.

Salah satu penantang utama adalah Amazon, yang melalui proyek Kuiper merancang konstelasi satelit orbit rendah (LEO) dalam skala masif. Berdasarkan pernyataan resmi Amazon pada Oktober 2023, perusahaan tersebut akan meluncurkan lebih dari 3.200 satelit dalam beberapa tahun mendatang. Vice President Project Kuiper, Rajeev Badyal, menyatakan bahwa peluncuran tahap awal telah berhasil dilakukan dan layanan komersial diharapkan mulai tersedia pada akhir 2025.

"Tujuan kami adalah menyediakan internet yang andal dan terjangkau, khususnya bagi komunitas yang selama ini kurang terlayani secara digital," ujar Rajeev Badyal dalam rilis resmi Amazon.

Hingga pertengahan 2025, Starlink telah meluncurkan lebih dari 6.000 satelit dan beroperasi di lebih dari 70 negara. Dengan infrastruktur peluncuran internal melalui Falcon 9, sistem ini telah berhasil menekan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Namun, beberapa tantangan mulai muncul, seperti tingginya harga perangkat bagi pelanggan di negara berkembang, hambatan regulasi nasional, dan citra perusahaan yang erat dengan kontroversi pribadi Elon Musk.

Persaingan tidak hanya datang dari sektor swasta. Beberapa negara juga gencar membangun jaringan satelit nasional demi mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Tiongkok sedang memperluas proyek Guo Wang (GW), sementara Rusia memperkuat program Sfera, dan Uni Eropa sedang mengembangkan proyek IRIS² yang dijadwalkan mulai beroperasi pada 2027.

Menurut analis industri luar angkasa dari European Space Policy Institute, Jana Robinson, pasar internet berbasis satelit kini berada dalam fase kritis transisi menuju struktur multipolar. Ia menyatakan bahwa keunggulan teknologi saja tidak lagi cukup, karena akses data global kini juga menjadi isu geopolitik.

"Negara-negara mulai melihat ruang angkasa bukan hanya sebagai wilayah ekonomi, tapi juga sebagai bagian dari kedaulatan digital mereka," kata Jana Robinson dalam seminar tahunan EU Space Conference 2024.

Meskipun muncul narasi bahwa Elon Musk akan mundur atau kehilangan kendali atas dominasi satelit global, kenyataannya masih terlalu dini untuk menyimpulkan demikian. Starlink tetap unggul dalam hal pengalaman teknis, kapasitas peluncuran, dan cakupan operasional. Namun, kompetisi kini bergerak lebih luas dan lebih agresif dibandingkan sebelumnya.

Fase baru ini menunjukkan bahwa internet satelit bukan lagi pasar dengan satu pemain dominan. Semakin banyak perusahaan dan negara masuk ke sektor ini untuk menjawab kebutuhan konektivitas di wilayah terpencil maupun sebagai strategi kebijakan strategis. Konsumen global kemungkinan akan diuntungkan dari peningkatan inovasi dan kompetisi harga.

Dengan munculnya aktor-aktor besar baru dan dorongan geopolitik, lanskap industri satelit dunia akan mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun mendatang. Starlink tidak runtuh, tapi harus menyesuaikan diri di tengah perubahan medan permainan yang semakin kompleks dan terdesentralisasi.

(*)

Redaksi MGN

Redaksi MGN

Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.