Tangerang Selatan, Banten - Uranium terus menjadi perhatian global di tengah dorongan menuju energi bersih dan transisi dari bahan bakar fosil. Di luar penggunaannya dalam senjata nuklir, uranium memiliki peran penting dalam pembangkit listrik, teknologi medis, penelitian ilmiah, dan pertahanan. Data terbaru dari International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Nuclear Association mengungkap bahwa cadangan uranium dunia masih mencukupi untuk beberapa dekade ke depan, namun dibutuhkan investasi besar untuk menjamin keberlanjutannya.
Apa Itu Uranium dan Bagaimana Karakteristiknya?
Uranium adalah unsur kimia logam berat dengan simbol U dan nomor atom 92. Dalam bentuk alami, uranium terdiri dari dua isotop utama: uranium-238 (sekitar 99,27%) dan uranium-235 (sekitar 0,72%). Isotop U-235 adalah satu-satunya isotop alami yang dapat mengalami fisi, yaitu proses pemecahan inti atom yang menghasilkan energi dalam jumlah besar.
Uranium ditemukan secara alami dalam batuan, tanah, dan air, dan diekstraksi melalui metode pertambangan terbuka, bawah tanah, maupun in-situ leaching. Logam ini memiliki densitas tinggi dan sifat radioaktif, menjadikannya berguna dalam berbagai aplikasi energi dan teknologi.
Cadangan dan Produksi Uranium Dunia
Menurut "Red Book 2024" yang diterbitkan bersama oleh IAEA dan OECD-NEA, cadangan uranium teridentifikasi secara global mencapai sekitar 7,9 juta ton. Cadangan terbesar berada di Australia (sekitar 1,67 juta ton), disusul oleh Kazakhstan, Kanada, Rusia, dan Namibia.
Produksi uranium global pada 2022 mencapai sekitar 49.490 ton, dengan Kazakhstan sebagai produsen terbesar. Meski saat ini produksi relatif mencukupi permintaan, laporan World Nuclear Association memperkirakan defisit pasokan akan meningkat signifikan pada 2030, hingga mencapai 230 juta pound U3O8.
Pemanfaatan Uranium dalam Energi Nuklir
Penggunaan paling luas dari uranium adalah sebagai bahan bakar dalam pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Uranium-235 digunakan dalam reaktor nuklir untuk menghasilkan panas melalui proses fisi, yang selanjutnya menggerakkan turbin untuk memproduksi listrik. Reaktor modern umumnya menggunakan uranium yang telah diperkaya hingga 3–5% kandungan U-235.
PLTN saat ini menyumbang sekitar 9% dari total pasokan listrik global. Energi nuklir menjadi andalan di beberapa negara seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Rusia karena kemampuannya menyediakan listrik dalam jumlah besar dengan emisi karbon yang rendah.
Aplikasi Damai Lainnya: Kesehatan, Industri, dan Riset
Selain pembangkit listrik, uranium juga digunakan dalam produksi isotop radioaktif untuk keperluan medis. Salah satu isotop yang paling umum digunakan adalah technetium-99m, yang diproduksi dari molibdenum hasil fisi uranium. Isotop ini digunakan dalam diagnosis berbagai penyakit melalui prosedur kedokteran nuklir.
Di sektor pertahanan, uranium digunakan sebagai bahan bakar untuk kapal selam dan kapal induk bertenaga nuklir. Bentuk lain dari uranium, yaitu depleted uranium (DU), digunakan dalam pelindung radiasi dan sebagai pemberat dalam pesawat atau kendaraan militer karena densitasnya yang tinggi.
Dalam bidang penelitian, uranium digunakan dalam reaktor eksperimen untuk mempelajari sifat material, fisika inti, dan menghasilkan isotop baru. Riset terbaru juga mengeksplorasi penggunaan uranium dalam bentuk senyawa dan paduan untuk bahan bakar reaktor generasi baru, termasuk reaktor modular kecil (SMR) dan reaktor tahan kecelakaan.
Keamanan Pasokan dan Ketergantungan Impor
Negara-negara seperti Amerika Serikat dan beberapa anggota Uni Eropa bergantung pada impor uranium untuk kebutuhan PLTN mereka. Pada 2023, sekitar 99% pasokan uranium Amerika Serikat berasal dari luar negeri, termasuk dari Kazakhstan dan Rusia. Ketergantungan ini mendorong pemerintah untuk kembali menghidupkan industri pertambangan uranium domestik.
Centrus Energy, misalnya, telah mengembangkan pengayaan uranium dalam bentuk High-Assay Low-Enriched Uranium (HALEU) untuk memenuhi kebutuhan reaktor generasi baru. Proyek ini didukung oleh pemerintah AS untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber asing.
Tantangan Lingkungan dan Risiko Kesehatan
Uranium adalah unsur beracun secara kimia dan radioaktif. Paparan terhadap uranium dalam bentuk debu, air, atau limbah dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti kerusakan ginjal dan gangguan sistem saraf. Pembuangan limbah uranium, baik dari pertambangan maupun dari reaktor, harus dilakukan dengan pengawasan ketat untuk mencegah kontaminasi lingkungan.
Laporan Environmental Agency Inggris pada 2024 mencatat bahwa sekitar 3 ton uranium terbuang ke saluran air selama sembilan tahun terakhir akibat proses produksi isotop. Meskipun kadarnya rendah, potensi dampaknya tetap menjadi perhatian regulator.
Perspektif Masa Depan: Energi Bersih dan Inovasi Teknologi
Dengan meningkatnya kebutuhan energi bersih dan stabilitas pasokan energi, uranium kembali mendapat perhatian sebagai alternatif dari bahan bakar fosil. PLTN dianggap sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi emisi karbon sekaligus menyediakan energi dalam skala besar.
Inovasi dalam desain reaktor, seperti penggunaan bahan bakar yang lebih efisien dan sistem keselamatan pasif, membuat teknologi nuklir lebih aman dan terjangkau. Selain itu, pengembangan reaktor kecil modular (SMR) membuka peluang untuk elektrifikasi di daerah terpencil.
Namun, keberlanjutan sektor ini memerlukan kebijakan jangka panjang, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, serta transparansi dalam pengawasan nuklir. Dukungan masyarakat juga menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan energi nasional dan global.
Uranium adalah sumber daya strategis yang memiliki manfaat luas di luar senjata nuklir. Penggunaannya dalam pembangkit listrik, bidang medis, dan penelitian menjadikannya komponen penting dalam sistem energi dan teknologi global. Namun, pemanfaatannya harus disertai pengelolaan risiko lingkungan dan kesehatan secara ketat. Dengan pendekatan yang berimbang dan berbasis data, uranium dapat berkontribusi besar dalam mendukung masa depan energi yang bersih, aman, dan berkelanjutan.
(*)