Tangerang Selatan, Banten - Baru-baru ini, jagat media sosial diramaikan oleh sebuah klaim mengejutkan: penemuan struktur batu yang diduga sebagai makam Nabi Zulkifli di balik reruntuhan Tembok Besar China. Klaim ini datang bersama foto-foto yang menunjukkan sebuah struktur menyerupai pintu masuk makam, dengan ukiran batu bernuansa Arab serta ornamen khas Timur Tengah. Sebagian warganet menyebutkan bahwa keberadaan situs tersebut sempat disembunyikan oleh otoritas setempat sebelum akhirnya tersebar luas di internet. Namun, benarkah ini makam nabi?
Sampai saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pihak berwenang, baik dari otoritas arkeologi Tiongkok maupun lembaga internasional yang berkaitan dengan sejarah dan kepurbakalaan. Pemerintah China, yang dikenal sangat ketat dalam mengelola informasi terkait penemuan arkeologi, belum merilis pernyataan resmi mengenai temuan tersebut. Karena itu, spekulasi pun berkembang liar di dunia maya, dari yang meyakini kebenarannya hingga yang mempertanyakan validitas bukti-bukti yang beredar.
Di tengah riuhnya pemberitaan tersebut, penting untuk melihat kembali konteks sejarah Nabi Zulkifli itu sendiri. Dalam tradisi Islam, Nabi Zulkifli adalah salah satu nabi yang disebut dalam Al-Qur’an. Namun, tidak banyak informasi yang menjelaskan secara rinci tentang lokasi makamnya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa makam beliau berada di wilayah Suriah atau Irak, dua wilayah yang memiliki keterkaitan erat dengan sejarah para nabi dan peradaban awal monoteisme. Sama sekali tidak ada literatur sejarah atau tradisi yang kuat yang menyebutkan keterkaitannya dengan wilayah Tiongkok.
Bahkan jika dilihat dari temuan arkeologi sebelumnya di China, seperti yang diberitakan oleh merdeka.com, para arkeolog menemukan 148 makam kuno berusia hingga 2.100 tahun di Guangzhou. Temuan ini memuat artefak seperti perunggu dan batu giok, yang merupakan ciri khas budaya lokal saat itu. Tak ada unsur asing dari Timur Tengah yang ditemukan dalam konteks temuan ini. Hal serupa juga tercatat oleh antaranews.com, yang mengabarkan penemuan 570 makam kuno di Provinsi Henan, yang seluruhnya diduga berasal dari periode Dinasti Han hingga Song. Kedua laporan ini menunjukkan konsistensi budaya asli China, tanpa indikasi adanya pengaruh luar yang dapat mengarah pada tokoh agama seperti Nabi Zulkifli.
Namun, bukan berarti klaim ini bisa langsung disingkirkan tanpa kajian lebih lanjut. Dunia arkeologi selalu membuka kemungkinan baru, selama didukung dengan bukti empiris dan pengujian ilmiah yang dapat diverifikasi secara independen. Maka, publik perlu bersikap kritis dan menunggu informasi resmi dari para ahli, bukan hanya mengandalkan viralitas media sosial semata.
Sejauh ini, apa yang disebut sebagai "makam Nabi Zulkifli di China" lebih menyerupai narasi spekulatif daripada sebuah fakta sejarah. Belum ada kajian arkeologis terbuka, belum ada publikasi ilmiah, dan belum ada verifikasi dari pihak-pihak berwenang. Di tengah mudahnya informasi menyebar di era digital, penting bagi kita untuk tidak terburu-buru percaya—terlebih ketika menyangkut sosok penting dalam tradisi keagamaan yang sakral.
Maka, pertanyaan besar itu masih tetap menggantung: benarkah makam Nabi Zulkifli ditemukan di China? Untuk saat ini, jawabannya adalah belum terbukti. Yang pasti, kebenaran sejarah bukanlah milik yang paling cepat viral, melainkan milik mereka yang sabar menanti kejelasan dari data dan penelitian. ***