Jakarta - MotoGP 2025 belum dimulai, tetapi Ducati sudah menjadi pusat perhatian. Tim yang mendominasi beberapa musim terakhir ini terus mengembangkan teknologi motor mereka dengan dukungan Lenovo. Namun, meskipun inovasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan mereka, para pembalap Ducati tetap menegaskan bahwa teknologi bukanlah satu-satunya faktor penentu kemenangan.
Francesco Bagnaia, juara dunia dua kali, mengungkapkan perspektifnya terkait keseimbangan antara manusia dan teknologi dalam performa balapan. "Saya pikir 70% berasal dari manusia dan 30% dari teknologi," ujar Bagnaia, menekankan bahwa keahlian pembalap serta mekanik tetap menjadi elemen utama di lintasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Ducati memiliki motor yang sangat kompetitif, kendali tetap berada di tangan mereka yang mengendarainya.
Marc Márquez, yang tahun ini bergabung dengan tim pabrikan Ducati, juga memiliki pandangan serupa. Ia mengakui bahwa teknologi memberi banyak dukungan, terutama dalam analisis data dan simulasi balapan, tetapi pada akhirnya, keputusan penting selalu ada di tangan manusia. "Kami memang memiliki banyak data dan bantuan dari sistem, tetapi hasilnya tetap tergantung pada pembalap," ungkap Márquez.
Namun, tantangan terbesar Ducati saat ini bukan hanya soal teknologi, melainkan juga strategi dalam pemilihan mesin. Menjelang musim baru, Bagnaia dan Márquez masih belum memutuskan apakah akan menggunakan mesin 2024 atau beralih ke mesin yang telah dikembangkan untuk 2025. Keputusan ini menjadi krusial karena regulasi MotoGP akan membekukan pengembangan mesin hingga 2027, sehingga pilihan yang mereka buat akan berdampak jangka panjang.
Di sisi lain, tidak semua inovasi teknologi diterima dengan baik. Ducati sedang menguji sistem komunikasi radio di motor mereka, sebuah teknologi yang diharapkan bisa membantu pembalap menerima instruksi langsung selama balapan. Namun, Bagnaia skeptis terhadap sistem ini. "Bisa berbahaya. Itu tidak terlalu nyaman," tegasnya, menolak gagasan bahwa komunikasi radio bisa menjadi solusi efektif di tengah kecepatan tinggi MotoGP. Meskipun demikian, penguji Ducati, Michele Pirro, menganggap sistem ini menarik, meskipun membutuhkan lebih banyak penyempurnaan sebelum bisa digunakan secara luas.
Ducati berada di persimpangan jalan antara mempertahankan dominasinya dengan teknologi dan memastikan bahwa elemen manusia tetap menjadi faktor utama dalam kesuksesan mereka. MotoGP 2025 akan menjadi saksi bagaimana tim ini menyeimbangkan dua aspek tersebut, dengan pembalap mereka sebagai ujung tombak di lintasan.
(*)