Press ESC to close

Efisiensi Anggaran atau Krisis Pariwisata? Hotel di Bali Kehilangan 50% Pendapatan

Denpasar - Bali, sebagai destinasi wisata utama di Indonesia, kembali menghadapi tantangan besar. Kali ini, bukan pandemi atau bencana alam yang mengancam sektor perhotelannya, melainkan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. 

Sejak diberlakukannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD, banyak hotel di Bali kehilangan pesanan yang sebelumnya sudah dipesan oleh instansi pemerintah untuk kegiatan rapat dan konferensi.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengungkapkan bahwa dampak dari kebijakan ini begitu besar bagi sektor perhotelan. 

"Total cancellation hampir 40-50 persen, besar, karena kontribusi kegiatan pemerintah itu besar di hotel," ujarnya. 

Dengan pembatalan mendadak ini, hotel-hotel yang bergantung pada kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.

Situasi ini diperparah dengan laporan dari berbagai wilayah di Bali, seperti Nusa Dua, Jimbaran, Kuta, Legian, hingga Sanur, yang merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. 

Wakil Ketua PHRI Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, menjelaskan bahwa banyak hotel di kawasan tersebut kehilangan pesanan yang sebelumnya telah dijadwalkan. 

"Banyak (dibatalkan), khususnya hotel-hotel yang mempunyai fasilitas MICE yang sudah di-booking," katanya.

Dampak dari kebijakan ini bukan hanya dirasakan oleh hotel-hotel besar yang memiliki fasilitas MICE, tetapi juga oleh sektor pendukung lainnya, seperti restoran, penyedia bahan makanan, hingga pekerja hotel yang bergantung pada tingginya okupansi. 

Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace, menyebutkan bahwa hotel dan restoran di Bali terancam kehilangan pendapatan hingga 50%. 

"Event-event banyak dilakukan di bulan November-Desember, sampai kekurangan kamar," ungkapnya. Kini, dengan adanya pembatalan ini, situasi berbalik drastis.

Di sisi lain, pemerintah tetap berpegang pada kebijakan ini sebagai langkah untuk menekan pengeluaran negara. 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah mengeluarkan surat edaran yang meminta seluruh pejabat negara melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas di tahun anggaran 2025. 

Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk menyehatkan keuangan negara, tak terhindarkan membawa efek domino yang memukul industri pariwisata, khususnya di Bali.

Industri perhotelan dan sektor pendukungnya kini berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini. 

Dengan kontribusi sektor pariwisata yang besar terhadap perekonomian nasional, keputusan untuk memangkas anggaran perjalanan dinas mungkin perlu dikaji lebih lanjut agar tidak merugikan banyak pihak. 

Jika tidak ada solusi yang diberikan, bukan tidak mungkin dampaknya akan meluas, bukan hanya di Bali, tetapi juga di berbagai destinasi wisata lain di Indonesia.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *