Sosok Maya Kusmaya, Diduga Jadi Otak Skandal Oplosan BBM?
Maya Kusmaya adalah seorang profesional di industri energi yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga di PT Pertamina Patra Niaga. Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 31 Agustus 1980, ia menempuh pendidikan tinggi di bidang teknik kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelum melanjutkan studi S-2 di Norwegian University of Science and Technology (NTNU) dengan spesialisasi Natural Gas Technology.
Kariernya di dunia energi telah membentang selama lebih dari dua dekade, dengan berbagai posisi strategis di lingkungan Pertamina, sebelum akhirnya tersandung kasus hukum yang melibatkan tata kelola minyak dan produksi kilang.
Awal Karier dan Perjalanan di Pertamina
Maya memulai kariernya di PT Pertamina (Persero), perusahaan energi milik negara yang menjadi salah satu aktor utama dalam industri minyak dan gas di Indonesia.
Dengan latar belakang akademik yang kuat di bidang teknik kimia dan teknologi gas alam, ia dengan cepat naik ke posisi strategis di dalam perusahaan.
Pada tahun 2015-2016, Maya menjabat sebagai Senior Analyst Gas Business Initiatives di PT Pertamina (Persero), di mana ia berperan dalam analisis serta pengembangan inisiatif bisnis gas.
Kariernya terus menanjak ketika ia bergabung dengan PT Pertamina Gas sebagai Engineering Manager Pertamina Gas Directory pada 2016-2018.
Jabatan tersebut kemudian berkembang menjadi Portfolio and Business Development Manager di divisi yang sama pada 2018-2020.
Seiring dengan meningkatnya tanggung jawab, Maya dipercaya sebagai VP Kapasitas Komersial dan Aset PT Pertamina Gas pada 2020-2021. Selanjutnya, pada Maret 2023, ia ditunjuk sebagai VP Operasi Perdagangan di PT Pertamina Patra Niaga, posisi yang hanya dipegang selama tiga bulan sebelum ia diangkat menjadi Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga pada Juni 2023 melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pengangkatannya bersamaan dengan penunjukan Riva Siahaan sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, yang sebelumnya menjabat di posisi yang kini diduduki Maya.
Dalam perjalanannya sebagai direktur, Maya bertanggung jawab atas pemasaran dan distribusi produk Pertamina di seluruh Indonesia.
Perubahan dalam jajaran direksi ini, menurut Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, adalah bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat.
"Diharapkan semakin mendorong upaya Pertamina Patra Niaga dalam meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat," ujar Irto.
Kasus Dugaan Korupsi dan Penetapan sebagai Tersangka
Karier cemerlang Maya Kusmaya di dunia energi mengalami guncangan besar ketika Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang pada 26 Februari 2025.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan pengoplosan bahan bakar di lingkungan Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) antara tahun 2018 hingga 2023.
Penetapan Maya sebagai tersangka dilakukan setelah ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi dan akhirnya dijemput paksa oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Maya berperan dalam memberikan persetujuan dan perintah terkait praktik pengoplosan bahan bakar.
"Tersangka MK (Maya Kusmaya) memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending (oplos) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 (Pertalite) agar dapat menghasilkan RON 92," ungkap Abdul Qohar dalam konferensi pers.
Praktik pengoplosan ini diduga dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak, yang merupakan milik tersangka lain dalam kasus ini, yakni MKAR (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa) dan GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).
Maya diduga bekerja sama dengan Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, dalam menjalankan skema ini.
Lebih lanjut, Maya bersama Edward dan Riva Siahaan diduga membeli bahan bakar dengan spesifikasi RON 90 atau lebih rendah, namun membayarnya dengan harga RON 92.
"Tersangka MK dan EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang," jelas Qohar.
Selain itu, metode pembayaran yang digunakan dalam impor produk kilang ini disebut tidak sesuai dengan standar yang seharusnya diterapkan oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Kejaksaan menemukan bahwa Maya dan Edward memilih skema pembayaran penunjukan langsung yang berisiko lebih mahal dibandingkan dengan metode jangka panjang yang umumnya lebih wajar dari segi harga.
"Tetapi, dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha," tambah Qohar.
Kasus ini menambah daftar panjang petinggi Pertamina yang terseret dalam skandal dugaan korupsi di sektor energi Indonesia.
Dengan statusnya sebagai tersangka, Maya Kusmaya kini menghadapi proses hukum yang dapat menentukan masa depan kariernya di dunia energi dan bisnis nasional.
(*)