Press ESC to close

Panduan Lengkap: Mengurus Sertifikat Tanah dari Girik ke SHM atau HGB

Jakarta - Di tengah meningkatnya kebutuhan akan legalitas properti, girik sebagai dokumen kepemilikan tanah warisan kian ditinggalkan. Meski masih banyak ditemukan di masyarakat, terutama di daerah, girik tidak lagi diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah menurut hukum yang berlaku. Maka, beralih ke Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi langkah penting untuk memastikan perlindungan hukum atas aset tanah.

“Girik adalah tanda bukti pembayaran pajak atas tanah pada zaman dahulu yang diterbitkan oleh kelurahan atau desa,” ujar Kepala Sub Bagian Hubungan Hukum dan Advokasi, Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN, Lenny Rosalina, dikutip dari Kompas.com. Pernyataan ini menegaskan bahwa girik hanya berfungsi sebagai bukti penguasaan atau pemanfaatan tanah, bukan sebagai bukti kepemilikan yang diakui negara.

Dalam proses pengurusan sertifikat tanah dari girik, pemilik harus memahami bahwa dokumen ini hanya menjadi salah satu syarat pendukung. Sertifikat yang sah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai otoritas resmi. “Girik bukan bukti hak atas tanah karena tidak diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN. Untuk membuktikan kepemilikan hak atas tanah, dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah seperti SHM atau HGB,” tegas Lenny.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan dokumen administratif, seperti fotokopi KTP dan KK, surat girik atau letter C, bukti pembayaran PBB, serta surat pernyataan riwayat tanah. Selanjutnya, pemohon perlu mengajukan permohonan ke kantor kelurahan dan kecamatan untuk mendapatkan surat keterangan tanah tidak dalam sengketa dan penguasaan lahan.

Setelah dokumen lengkap, pemohon dapat mengajukan permohonan ke kantor BPN terdekat. Di sana, akan dilakukan pengukuran, pemeriksaan berkas, dan pengecekan status tanah. Jika dinyatakan memenuhi syarat, maka proses penerbitan sertifikat akan dilanjutkan hingga akhirnya SHM atau HGB diterbitkan atas nama pemohon.

Penting dipahami bahwa SHM memberikan kepemilikan penuh dan berlaku seumur hidup bagi warga negara Indonesia. Sementara itu, HGB merupakan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah milik negara atau pihak lain, dengan jangka waktu tertentu. Pilihan antara SHM dan HGB bergantung pada status tanah dan kebutuhan penggunaan.

Beralih dari girik ke sertifikat resmi bukan sekadar formalitas. Ini adalah langkah nyata dalam menjaga hak atas tanah, menghindari potensi sengketa, dan membuka akses terhadap fasilitas perbankan serta proses jual beli yang legal. Dalam era ketika kepastian hukum menjadi kunci, legalisasi kepemilikan tanah menjadi keharusan, bukan lagi pilihan.

***

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *