Press ESC to close

Revisi KUHAP Disorot: Akademisi Trisakti Kritik Rencana Penempatan Polri sebagai Penyidik Utama

Jakarta - Rencana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali menuai kritik dari kalangan akademisi. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan menjadikan Kepolisian Republik Indonesia sebagai penyidik utama dalam sistem peradilan pidana. Kritik keras disampaikan oleh Abdul Fickar Hadjar, akademisi dari Universitas Trisakti, yang menilai rencana tersebut bisa mengganggu keseimbangan hukum dan membuka celah penyalahgunaan kewenangan.

“Polisi tidak seharusnya menjadi penyidik utama. Itu bertentangan dengan semangat reformasi penegakan hukum,” ujar Abdul Fickar.

Menurutnya, jaksa semestinya memegang peran sebagai penyidik utama karena merekalah yang akan membawa perkara ke meja hijau. Posisi jaksa sebagai pihak yang menuntut perkara di pengadilan justru membutuhkan keterlibatan sejak tahap awal proses hukum. Bila kewenangan penyidikan hanya dipusatkan di kepolisian, dikhawatirkan terjadi dominasi tunggal yang dapat melemahkan fungsi kontrol dan akuntabilitas.

“Kalau hanya polisi, ya jadi seperti sekarang, kuat dan tidak bisa dikontrol,” tambahnya.

Abdul Fickar juga menekankan pentingnya prinsip check and balance dalam sistem penegakan hukum. Konsentrasi kekuasaan pada satu lembaga, dalam hal ini kepolisian, dinilainya sebagai langkah mundur dari semangat reformasi yang mengedepankan transparansi dan distribusi kewenangan. Ia mengingatkan bahwa sistem hukum yang sehat adalah sistem yang menjamin pengawasan timbal balik antarpenegak hukum.

“Kalau penyidik utamanya jaksa, justru proses bisa lebih akuntabel dan sejalan dengan asas due process of law,” ujarnya lagi.

Usulan dalam revisi KUHAP ini dinilai bisa menggeser arah reformasi hukum ke jalur yang berbahaya. Ketika kewenangan besar diberikan pada satu institusi tanpa pengawasan yang memadai, maka risiko penyimpangan akan semakin besar. Padahal, semangat awal pembaruan hukum adalah untuk mencegah terjadinya ketimpangan kekuasaan, serta menumbuhkan kepercayaan publik terhadap proses hukum.

Dengan berbagai catatan tersebut, kalangan akademisi mendorong agar penyusunan ulang KUHAP dilakukan secara hati-hati dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Harapannya, revisi KUHAP tidak hanya memperbarui teks hukum, tetapi juga memperkuat sistem keadilan pidana yang adil, transparan, dan akuntabel.

****

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *