“Siksa Kubur” - Teror Eksistensial dalam Film Horor Joko Anwar
Film horor terbaru karya Joko Anwar, Siksa Kubur, telah mencuri perhatian publik sejak perilisannya pada 11 April 2024. Film ini bukan hanya sukses secara komersial—mencapai 1,4 juta penonton dalam lima hari pertama—tetapi juga mendapat pujian kritis karena kedalaman tematiknya. Mengangkat kisah dua saudara yang ingin merasakan pengalaman dikubur hidup-hidup, Siksa Kubur menantang kepercayaan tentang kehidupan setelah mati dengan pendekatan horor psikologis yang intens.
Rekor dan Penerimaan Publik
Dalam waktu singkat, Siksa Kubur melampaui angka 4 juta penonton, menjadikannya salah satu film Indonesia terlaris sepanjang masa. Tak hanya itu, film ini juga mendominasi Festival Film Indonesia 2024 dengan 17 nominasi, termasuk kategori Film Terbaik—menyamai rekor nominasi terbanyak yang pernah dicapai dalam sejarah festival tersebut.
Kesuksesan ini tak lepas dari kepiawaian Joko Anwar dalam menyusun narasi yang mengguncang secara emosional dan filosofis. Film ini tidak sekadar menghadirkan ketakutan dari jump scare, tetapi juga dari pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia.
Kisah yang Menghantui: Kepercayaan vs. Skeptisisme
Siksa Kubur mengikuti perjalanan Sita (Faradina Mufti) dan Adil (Reza Rahadian), dua saudara yang hidupnya berubah drastis setelah kehilangan orang tua mereka dalam serangan bom bunuh diri. Peristiwa tragis ini menghancurkan kepercayaan Sita terhadap agama dan konsep kehidupan setelah kematian. Ia pun terobsesi untuk membuktikan bahwa siksa kubur hanyalah mitos.
Namun, obsesinya membawa Sita ke dalam pengalaman supranatural yang tak terjelaskan. Semakin dalam ia mengejar pembuktian, semakin banyak kejadian aneh yang ia alami. Ketegangan dalam film ini bukan hanya berasal dari elemen horor visual, tetapi juga dari pergulatan batin karakter utamanya.
Kritik dan Apresiasi
Selain mendapat pujian karena kedalaman ceritanya, Siksa Kubur juga dipuji karena sinematografinya yang kelam dan atmosfer yang mencekam. Joko Anwar kembali membuktikan kepiawaiannya dalam menciptakan ketegangan yang terasa nyata. Tempo.co menyebut film ini sebagai “pengalaman horor yang mengguncang keyakinan.”
Namun, tak sedikit juga yang menganggap film ini kontroversial karena mengangkat tema kepercayaan dengan sudut pandang yang berani. Beberapa pihak menilai bahwa Siksa Kubur terlalu provokatif dalam mempertanyakan dogma agama. Meski demikian, kontroversi ini justru semakin mendorong diskusi publik tentang tema yang diangkatnya.
Horor yang Lebih dari Sekadar Menakut-nakuti
Joko Anwar dikenal sebagai sutradara yang tidak hanya menghadirkan horor sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai medium refleksi sosial dan psikologis. Siksa Kubur bukan sekadar kisah tentang ketakutan, tetapi juga tentang manusia yang menghadapi ketidakpastian hidup dan kematian.
Dengan pencapaian yang luar biasa dalam industri film Indonesia, Siksa Kubur menegaskan bahwa horor tidak hanya bisa menakut-nakuti, tetapi juga mengajak penonton untuk berpikir lebih dalam tentang eksistensi mereka. Apakah kehidupan setelah mati benar adanya? Ataukah itu hanya ketakutan yang kita ciptakan sendiri? Film ini tidak memberi jawaban pasti, tetapi justru menghadirkan ketegangan dari pertanyaan itu sendiri.