Press ESC to close

ChatGPT dan Bahaya Doxing: Kecerdasan Buatan yang Kian Mengkhawatirkan

Jakarta - Kecerdasan buatan (AI) kini tidak hanya menjadi bagian dari kemajuan teknologi, tetapi juga turut membawa kekhawatiran baru dalam aspek privasi dan keamanan digital. Salah satu yang menjadi sorotan belakangan ini adalah kemampuan ChatGPT, sebuah chatbot berbasis AI buatan OpenAI, yang ternyata dapat digunakan untuk melakukan doxing—yakni pengungkapan informasi pribadi seseorang tanpa izin untuk tujuan jahat.

Dalam laporan investigatif yang dirilis oleh The Washington Post, disebutkan bahwa ChatGPT mampu menghasilkan informasi personal seseorang dengan akurasi tinggi berdasarkan permintaan pengguna, bahkan dari data yang tidak secara eksplisit tersedia di internet. Meski OpenAI telah berupaya membatasi kemampuan ini, sejumlah temuan menyebutkan celah tetap ada.

“Salah satu peneliti mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan alamat rumah individu yang menggunakan nama dan lokasi umum mereka,” tulis Jagat Review mengutip laporan tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mendalam, terutama ketika teknologi yang seharusnya membantu justru menjadi alat yang bisa merugikan.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Doxing sering kali digunakan dalam konteks intimidasi, pelecehan, atau bahkan ancaman terhadap keselamatan seseorang. Ketika AI seperti ChatGPT dapat digunakan untuk mempermudah aksi tersebut, maka urgensi untuk meregulasi dan mengawasi penggunaannya menjadi semakin penting.

Meski begitu, OpenAI membantah bahwa teknologinya dirancang untuk memfasilitasi doxing. “Kami tidak merancang sistem kami untuk memberikan informasi pribadi tentang orang-orang nyata, termasuk tokoh publik,” kata juru bicara OpenAI dalam pernyataan resminya. Pihak OpenAI juga menegaskan bahwa mereka telah menanamkan berbagai mekanisme keamanan dan moderasi pada ChatGPT untuk menghindari penyalahgunaan.

Namun, menurut laporan The Washington Post, para peneliti tetap menemukan bahwa chatbot bisa memberikan jawaban atas permintaan sensitif, seperti data pribadi dari tokoh-tokoh tertentu, apabila diminta dengan cara tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan etis dan teknis dalam pengembangan AI belum sepenuhnya teratasi.

Isu ini mempertegas pentingnya pengawasan dan pembatasan terhadap penggunaan AI, terutama yang bersifat publik dan dapat diakses oleh siapa saja. Selain tanggung jawab pengembang seperti OpenAI, pengguna juga memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa teknologi digunakan secara etis dan bertanggung jawab.

Dunia kini berada di persimpangan antara inovasi dan privasi. Di satu sisi, kecerdasan buatan membawa efisiensi dan kemudahan luar biasa. Namun di sisi lain, ia juga membuka celah-celah baru yang bisa dimanfaatkan untuk tindakan merugikan. Kasus dugaan kemampuan doxing oleh ChatGPT adalah pengingat bahwa teknologi, tanpa etika dan regulasi yang kuat, bisa berubah menjadi pedang bermata dua.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *