Press ESC to close

Cukai Rokok Naik, Rokok Ilegal Makin Merajalela: Rakyat Tak Bisa Beli Makanan Bergizi, Tapi Masih Bisa Beli Rokok

Jawa Barat - Kritik pedas kembali dilontarkan mantan Bupati Purwakarta sekaligus tokoh publik Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terhadap kebijakan kenaikan cukai rokok. Dalam sebuah video yang beredar luas, suara Dedi terdengar lantang menyentil pemerintah pusat, khususnya Bea Cukai, atas dampak nyata dari kenaikan harga rokok yang terus berulang.

"Rakyat sekarang tetap beli rokok meski mahal, tapi nggak beli telur buat anaknya," sindir Dedi dalam video tersebut. Ungkapan itu menjadi cermin bahwa kebijakan fiskal seperti cukai tidak selalu efektif mengubah perilaku konsumsi masyarakat miskin.

Menurut Dedi, tingginya cukai rokok justru mendorong maraknya peredaran rokok ilegal. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan pelaksanaan regulasi di lapangan. Ia menyebut kebijakan ini “kontraproduktif” karena lebih membebani rakyat kecil ketimbang menyelesaikan masalah utama.

Di sisi lain, wacana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk 2025 dan 2026 awalnya datang dari Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI. Dalam rekomendasinya, BAKN mengusulkan agar tarif CHT untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dinaikkan minimal 5% per tahun. Tujuannya adalah untuk menekan konsumsi dan meningkatkan penerimaan negara.

Namun, Kementerian Keuangan memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2025. Keputusan ini, menurut keterangan resmi kementerian, mempertimbangkan fenomena downtrading, yaitu peralihan konsumen ke rokok yang lebih murah sebagai dampak dari kenaikan harga. Selain itu, potensi peningkatan peredaran rokok ilegal juga menjadi alasan utama.

Meski tarif cukai tidak naik, pemerintah tetap menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 4 Desember 2024. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025 dan secara otomatis mendongkrak harga rokok di pasaran.

Kritik seperti yang disampaikan Dedi Mulyadi menggarisbawahi bahwa kebijakan publik tidak cukup hanya berorientasi pada angka dan penerimaan negara. Ketika rokok tetap dibeli meski mahal, dan kebutuhan dasar seperti makanan bergizi justru diabaikan, maka yang patut ditinjau ulang bukan hanya harga, melainkan prioritas sosial dalam kebijakan pemerintah.

Meningkatkan cukai tanpa memperkuat edukasi dan pengawasan hanya akan melahirkan celah baru bagi peredaran barang ilegal. Pemerintah perlu pendekatan yang lebih menyeluruh—menyentuh aspek budaya, ekonomi, dan perilaku masyarakat—agar pengendalian rokok benar-benar berdampak. ***

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *