Sosok Dedi Mulyadi: Perjalanan Politik dan Budaya dalam Kepemimpinan Jawa Barat
Dedi Mulyadi, lahir pada 11 April 1971 di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang, adalah seorang politisi dan aktivis budaya yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat ke-15 sejak 20 Februari 2025. Perjalanan hidupnya mencerminkan dedikasi terhadap budaya Sunda serta reformasi dalam kepemimpinan daerah. Dari seorang anak desa yang menggembala domba, ia menapaki jalan panjang hingga mencapai puncak pemerintahan di Jawa Barat.
Masa Kecil dan Pendidikan
Dedi lahir sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara dalam keluarga sederhana. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana, adalah pensiunan tentara yang harus mengakhiri pengabdiannya di usia muda akibat dampak racun mata-mata kolonial. Ibunya, Karsiti, meskipun tidak mengenyam pendidikan formal, memiliki semangat sosial tinggi sebagai aktivis Palang Merah Indonesia. Sejak kecil, Dedi sudah terbiasa bekerja keras membantu ibunya menggembala domba dan berladang, sebuah pengalaman yang membentuk karakter kepemimpinannya kelak.
Dalam dunia pendidikan, Dedi menempuh sekolah dasar hingga menengah di Subang. Ia menyelesaikan pendidikan di SD Subakti pada 1984, SMP Kalijati pada 1987, dan SMA Negeri 1 Purwadadi pada 1990. Ketertarikannya terhadap hukum dan politik membawanya ke Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman Purwakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Hukum pada 1999.
Karier Politik: Dari DPRD hingga Gubernur Jawa Barat
Dedi memulai karier politiknya pada 1999 sebagai anggota DPRD Kabupaten Purwakarta. Keaktifannya dalam politik daerah mengantarkannya menjadi Wakil Bupati Purwakarta pada 2003 mendampingi Bupati Lily Hambali Hasan. Pada 2008, ia maju sebagai calon bupati dan terpilih untuk masa jabatan pertamanya. Popularitasnya terus meningkat hingga ia kembali dipercaya untuk periode kedua pada 2013.
Di bawah kepemimpinannya, Purwakarta mengalami transformasi dalam tata kota yang berorientasi pada pelestarian budaya Sunda. Salah satu kebijakan yang paling mencolok adalah penempatan patung tokoh wayang di berbagai sudut kota. Kebijakan ini sempat menuai kontroversi, terutama dari Front Pembela Islam (FPI), yang menuduhnya melakukan perbuatan musyrik dan menganggap salam "sampurasun" yang sering ia gunakan sebagai bentuk penistaan agama. Namun, Dedi menegaskan bahwa upayanya semata-mata untuk menjaga warisan budaya Sunda.
Setelah dua periode sebagai bupati, Dedi mencoba peruntungan di level provinsi. Pada Pilkada Jawa Barat 2018, ia maju sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Deddy Mizwar, tetapi pasangan ini gagal memenangkan pemilihan. Namun, ia tetap melanjutkan kiprahnya di politik dengan terpilih sebagai anggota DPR RI pada 2019.
Pada 2023, Dedi mengambil langkah besar dengan keluar dari Partai Golkar dan DPR RI, lalu bergabung dengan Partai Gerindra. Keputusannya ini mengantarkannya ke pencalonan Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2024. Dengan dukungan mayoritas, ia berhasil memenangkan pemilihan dan resmi menjabat pada 20 Februari 2025.
Kontroversi dan Tantangan
Selain polemik budaya yang ia hadapi di Purwakarta, Dedi juga dikenal sebagai pemimpin yang tidak segan mengambil langkah tegas. Pada hari pertamanya sebagai Gubernur Jawa Barat, ia langsung membuat keputusan kontroversial dengan menonaktifkan seorang kepala sekolah di Depok. Keputusan ini menegaskan gaya kepemimpinannya yang cepat dan langsung dalam menangani isu-isu pendidikan dan birokrasi.
Kehidupan Pribadi
Dedi menikah dengan Sri Muliawati pada 1998, namun pernikahan itu berakhir tragis setelah istrinya meninggal dunia pada 1999. Ia kemudian menikah dengan Anne Ratna Mustika pada 2003 dan dikaruniai tiga anak: Maulana Akbar Ahmad Habibie, Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip, dan Hyang Sukma Ayu. Namun, pada 2023, Dedi dan Anne memutuskan untuk berpisah.
Penghargaan dan Warisan
Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya terhadap pelestarian budaya, Dedi menerima Satyalancana Kebudayaan pada 2021. Penghargaan ini mengukuhkan dedikasinya dalam mempertahankan identitas budaya Sunda di tengah arus modernisasi.
Dedi Mulyadi kini memasuki babak baru dalam karier politiknya sebagai Gubernur Jawa Barat. Dengan rekam jejaknya yang penuh warna, kebijakan-kebijakan yang ia ambil ke depan akan menjadi sorotan, baik bagi pendukung maupun pihak yang berseberangan dengannya. Namun satu hal yang pasti, ia tetap menjadi sosok yang membawa nuansa unik dalam kepemimpinan Jawa Barat.
(*)