Ciputat, Tangsel - Dugaan korupsi dalam proyek pengelolaan sampah di Tangerang Selatan kembali mengingatkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah. PT Ella Pratama Perkasa, perusahaan yang ditunjuk untuk menangani pengangkutan dan pengelolaan sampah oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), kini tersandung kasus hukum dengan nilai kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp75 miliar.
Direktur PT Ella Pratama Perkasa, Oting Rohiyat, bahkan mengaku kapok menerima proyek dari pemerintah setelah kasus ini mencuat. Pernyataan tersebut mencerminkan besarnya dampak hukum yang dihadapi, sekaligus menyoroti lemahnya sistem pengawasan terhadap mitra proyek pemerintah.
Penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Banten mengungkap bahwa perusahaan ini diduga tidak melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kontrak. Tidak hanya itu, PT Ella Pratama Perkasa juga dituding tidak memiliki fasilitas maupun kapasitas yang memadai untuk menjalankan proyek senilai puluhan miliar tersebut. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius terkait mekanisme penunjukan kontraktor dalam proyek-proyek strategis daerah.
Kasus ini semakin berkembang setelah kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel digeledah oleh penyidik Kejati Banten. Penggeledahan dilakukan untuk mencari alat bukti tambahan yang dapat memperjelas aliran dana dalam proyek tersebut. Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman, turut diperiksa dalam kasus ini. Ia diduga menikmati keuntungan ilegal dari proyek pengelolaan sampah sejak tahun 2024, memperkuat indikasi adanya praktik penyalahgunaan wewenang di tingkat birokrasi.
Kasus ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk lebih berhati-hati dalam menggandeng pihak ketiga dalam proyek-proyek publik. Transparansi, akuntabilitas, dan seleksi yang ketat terhadap mitra kerja menjadi kunci untuk mencegah kasus serupa terulang di masa depan. Pengawasan ketat dari aparat hukum dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawal anggaran publik adalah langkah penting agar dana negara benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperkaya segelintir pihak.
(*)