Jakarta - Lagu “Garam & Madu (Sakit Dadaku)” yang dirilis pada 20 Desember 2024 oleh musisi independen Tenxi, Jemsii, dan Naykilla, telah menjadi fenomena musik yang tak terelakkan. Dengan mengusung genre hip-hop dan dangdut dalam format yang disebut sebagai “hipdut”, lagu ini berhasil memadukan dua dunia yang sebelumnya tidak terbayangkan dapat berpadu begitu harmonis. Sejak dirilis, lagu ini meledak di platform digital, menjadi viral di TikTok, dan meraih prestasi luar biasa di YouTube serta Spotify, menjadikannya salah satu lagu paling populer di Indonesia dan Malaysia pada awal 2025. Namun, perjalanan sukses lagu ini tidak lepas dari kontroversi yang menyertainya.
Kontroversi Sensualitas dalam Lirik
Lagu ini sempat menjadi sorotan karena beberapa pihak menilai liriknya mengandung unsur sensualitas yang berpotensi memicu interpretasi negatif. Bagian lirik seperti “Sakit dadaku... tapi bukan karena rindu” dan “Ku bayangkan tubuhmu jika di pelukanku” dianggap terlalu eksplisit oleh beberapa pendengar. Sejumlah pengguna TikTok bahkan menyebutnya sebagai lagu yang mengandung pesan sensualitas yang berisiko menyinggung sebagian audiens. Walau demikian, banyak juga yang berpendapat bahwa lagu ini hanya menggambarkan perasaan manusiawi dalam hubungan asmara.
Isu Plagiarisme yang Mengemuka
Selain kontroversi mengenai konten sensual, lagu ini juga menghadapi tuduhan plagiarisme. Beberapa pihak mengklaim bahwa melodi dan struktur lagu “Garam & Madu” memiliki kemiripan dengan karya lain yang sudah ada sebelumnya. Tuduhan ini menjadi perbincangan hangat, meskipun hingga kini belum ada keputusan hukum yang mengonfirmasi adanya pelanggaran hak cipta.
Viral di TikTok dan Dominasi di YouTube
Terlepas dari berbagai kontroversi, “Garam & Madu” berhasil mencuri perhatian publik dan menjadi viral di TikTok, dengan banyaknya video yang menggunakan lagu ini sebagai latar. Keberhasilan di TikTok mendorong popularitasnya di platform lain, termasuk YouTube. Video musik lagu ini telah ditonton lebih dari 87 juta kali per 20 Maret 2025, sebuah pencapaian luar biasa untuk lagu yang baru dirilis beberapa bulan sebelumnya.
Prestasi di Spotify dan Tangga Lagu
Di luar YouTube, “Garam & Madu” juga meraih angka yang luar biasa di Spotify. Dalam 24 jam pertama setelah rilis pada 4 Januari 2025, lagu ini didengarkan lebih dari 368.000 kali. Lagu ini juga menempati posisi #1 di tangga lagu ASIRI Indonesia dan IFPI Malaysia. Di YouTube Music Charts Indonesia, “Garam & Madu” berhasil naik dari posisi #12 ke posisi kedua dalam waktu kurang dari dua bulan. Angka ini menegaskan dominasi lagu ini di pasar musik digital Indonesia dan Malaysia.
Kolaborasi yang Memikat
Keberhasilan lagu ini tak lepas dari kolaborasi tiga musisi dengan latar belakang berbeda namun saling melengkapi. Tenxi, seorang rapper dan produser asal Sidoarjo, membawa nuansa hip-hop yang kuat dalam lagu ini. Jemsii, dengan suara vokal emosionalnya, memberikan dimensi lebih dalam pada lirik lagu, sementara Naykilla, penyanyi dengan gaya vokal lembut, memberikan sentuhan pop yang memikat. Kolaborasi mereka menciptakan sebuah karya yang memadukan dua dunia musik berbeda—hip-hop dan dangdut—dengan sangat baik.
Adaptasi dan Remiks yang Menyebar
Tak hanya menerima sambutan hangat dari pendengarnya, lagu ini juga menginspirasi berbagai adaptasi dan remix dari musisi lain. Salah satunya adalah versi koplo yang dibawakan oleh Shinta Arsinta, serta remix-remix yang diproduksi oleh DJ Plus Plus. Adaptasi-adaptasi ini semakin memperluas audiens lagu ini dan menunjukkan bahwa “Garam & Madu” mampu menyentuh berbagai kalangan, tidak hanya penggemar hip-hop dan dangdut, tetapi juga pendengar dari berbagai genre.
Lagu “Garam & Madu (Sakit Dadaku)” adalah bukti nyata bahwa musik digital dan kolaborasi lintas genre dapat menciptakan karya yang sangat besar dampaknya, meskipun tak terhindarkan dari kontroversi. Meskipun terdapat kritik terhadap lirik lagu yang dianggap sensual dan isu plagiarisme yang mengemuka, lagu ini tetap sukses di platform musik digital dan menjadi bagian penting dalam peta musik Indonesia dan Malaysia. Dengan segala kontroversinya, “Garam & Madu” telah membuktikan bahwa musik dapat menjadi alat untuk mengekspresikan banyak hal, bahkan dalam keragaman interpretasi dan penerimaan pendengar.