Press ESC to close

Kejati Banten Usut Kembali Skandal Internet Rp 105 Miliar di Kabupaten Tangerang

Tangerang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten kembali membuka penyelidikan terkait proyek pengadaan belanja internet dan last mile domestic 100 Mbps senilai Rp 105 miliar di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tangerang. 

Langkah ini ditandai dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid), yang menjadi awal pengumpulan data serta bahan keterangan dalam kasus ini.

“Sudah diterbitkan Sprinlid, dan kami sedang dalam proses pengumpulan data serta bahan keterangan,” ungkap Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, pada Jumat, 28 Februari 2025.

Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta Kejati Banten menelaah ulang kasus tersebut. 

Sebelumnya, penyelidikan terhadap proyek ini sempat dihentikan karena dianggap tidak memiliki unsur pidana. 

Namun, sejak Januari 2025, kajian ulang dilakukan guna memastikan ada atau tidaknya potensi pelanggaran hukum dalam pengadaan tersebut.

Dalam proyek ini, PT Platinum Network Indonesia (PNI) ditunjuk sebagai pelaksana karena memiliki infrastruktur jaringan fiber optik yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Tangerang. 

Selain itu, perusahaan ini dinilai memiliki kesiapan dalam pemeliharaan serta sumber daya manusia untuk pengawasan jaringan tersebut. 

“Dengan demikian, keseluruhan pekerjaan dilaksanakan oleh PT PNI,” tambah Rangga.

Meski ada dugaan monopoli dalam proses pengadaan, Rangga menegaskan bahwa pemilihan penyedia dilakukan melalui e-purchasing, sehingga kemungkinan terjadinya monopoli sangat kecil. 

“Berdasarkan komunikasi dengan penyelidik, tidak ada dugaan monopoli karena pemilihan penyedia dilakukan secara e-purchasing,” ujarnya.

Isu lain yang mencuat adalah terkait kontrak pengadaan yang disebut-sebut berdurasi lima tahun, sesuatu yang bertentangan dengan aturan dalam e-catalog. 

Namun, Rangga membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa kontrak dijalankan berdasarkan sistem satu tahun anggaran. 

“Tidak terjadi kesalahan prosedur. Kontrak tidak dilaksanakan lima tahun; dalam dokumen kontrak yang diperoleh, kontrak dilaksanakan untuk satu tahun anggaran,” jelasnya.

Sebelumnya, Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama, pernah menyatakan bahwa penyelidikan proyek ini dihentikan karena tidak ditemukan unsur pidana. 

Namun, ia juga menegaskan bahwa jika di kemudian hari muncul bukti baru yang menunjukkan adanya pelanggaran hukum, maka penyelidikan dapat dibuka kembali. 

“Bisa dibuka kembali kalau ditemukan bukti baru peristiwa melawan hukumnya,” katanya.

Dengan adanya penyelidikan ulang ini, publik menantikan hasil akhir dari kajian Kejati Banten. 

Apakah proyek ini benar-benar bersih dari unsur pelanggaran, atau justru akan mengungkap adanya penyimpangan yang merugikan negara? Waktu yang akan menjawab.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *