Ciputat, Tangsel - Pemerintah Kota Tangerang Selatan kembali mengangkat wacana besar terkait penanganan sampah dengan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) senilai Rp26 triliun. Proyek ambisius ini menjadi sorotan karena menyangkut isu strategis penanganan lingkungan, energi alternatif, dan tata kelola perkotaan. Namun di tengah harapan yang membubung, proses realisasi proyek ini ternyata belum sepenuhnya pasti.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, mengakui bahwa proyek ini masih membutuhkan proses panjang. “Masih panjang, karena investor juga masih menunggu izin dari pemerintah pusat,” kata Benyamin, Jumat (12/4/2025).
Pernyataan itu menjadi titik penting yang membingkai realita di lapangan: bahwa proyek yang secara nilai investasi terbilang fantastis ini masih berada di tahap awal, jauh dari implementasi konkret. Meskipun sudah menjadi topik diskusi selama beberapa waktu, proyek ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera direalisasikan.
Secara garis besar, rencana pembangunan PLTSA di Tangsel melibatkan skema kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta (KPBU). Investasi Rp26 triliun disiapkan untuk membangun infrastruktur yang mampu mengolah sampah menjadi energi listrik—sebuah gagasan modern yang telah diterapkan di sejumlah negara maju sebagai solusi atas krisis sampah dan kebutuhan energi bersih.
Namun tantangan administratif dan regulatif masih menjadi batu sandungan utama. Wali Kota Benyamin menegaskan bahwa proses pembangunan PLTSA tak bisa terburu-buru. Ada banyak tahap yang harus dilalui, mulai dari kajian kelayakan, pengurusan izin pusat, hingga keterlibatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Yang pasti sudah ada pembicaraan, dan ada investor yang tertarik. Tapi memang belum bisa dijalankan langsung,” ungkapnya dalam pernyataan lanjutan.
Meski demikian, Pemerintah Kota Tangsel tetap menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan sampah yang semakin mendesak. Kota dengan populasi lebih dari 1,7 juta jiwa itu menghasilkan ribuan ton sampah setiap hari. Jika tidak ditangani dengan sistematik dan berkelanjutan, beban lingkungan ini bisa menjadi bom waktu.
Di sisi lain, muncul juga kekhawatiran dari masyarakat terkait transparansi proyek dan keberlanjutan pembiayaan. Besarnya nilai investasi menuntut pengawasan yang ketat agar proyek tidak hanya berhenti pada tahap wacana.
Proyek PLTSA Tangsel menjadi cermin dari dinamika pembangunan urban: antara idealisme lingkungan, peluang investasi, dan tantangan birokrasi. Di tengah semangat perubahan, publik kini menanti pembuktian bahwa mega proyek ini bukan sekadar janji—tetapi solusi nyata bagi masa depan kota.
***