Jakarta - Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengekstradisi buronan kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, terus bergulir.
Hingga kini, KPK bersama instansi terkait masih bekerja untuk memenuhi seluruh persyaratan yang diminta oleh otoritas Singapura.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah Indonesia dalam memastikan bahwa proses hukum terhadap tersangka dapat segera berlanjut di tanah air.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa pihaknya belum mengirimkan tim untuk menemui langsung Paulus Tannos di Singapura.
Saat ini, fokus utama adalah menyelesaikan berbagai prosedur administratif yang diperlukan agar ekstradisi berjalan tanpa hambatan.
"Sampai saat ini belum ada [kunjungan ke sana]. Karena dari pihak Indonesia, termasuk KPK, saat ini masih berusaha untuk memenuhi persyaratan yang diajukan dalam proses ekstradisi tersebut, sehingga fokusnya itu saja," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Paulus Tannos, yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah menjadi buronan sejak 19 Oktober 2021.
Ia terlibat dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Setelah bertahun-tahun menghindari proses hukum, ia akhirnya ditangkap di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) pada 17 Januari 2025.
Penangkapan ini membuka peluang bagi KPK untuk membawa tersangka kembali ke Indonesia dan menghadirkannya di meja hijau.
Namun, proses ekstradisi ini tidak serta-merta berjalan mudah. Pemerintah Indonesia memiliki batas waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen ekstradisi, dengan tenggat hingga 3 Maret 2025.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa pihaknya akan mengupayakan penyelesaian dokumen secepat mungkin agar tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan.
"Tapi saya yakinkan bahwa kami tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret. Ya, dalam waktu dekat," ujar Supratman dalam konferensi pers di Jakarta.
Di tengah upaya ekstradisi ini, muncul tantangan baru. Paulus Tannos mengajukan gugatan terhadap keabsahan penangkapannya di Pengadilan Singapura.
Langkah hukum ini menambah kompleksitas proses ekstradisi, namun KPK tetap optimistis.
"KPK juga memiliki hubungan baik dengan CPIB di Singapura, tentunya ada komunikasi informal yang dilakukan, tetapi secara formil, administrasi tersebut diajukan surat pengantarnya melalui Kementerian Hukum," jelas Tessa.
Dengan waktu yang semakin terbatas, KPK bersama Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian terus menjaga koordinasi yang erat untuk memastikan ekstradisi berjalan sesuai rencana.
Jika semua persyaratan dapat dipenuhi tepat waktu, Paulus Tannos diharapkan segera dipulangkan ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
(*)