Jakarta - PT Pertamina diminta segera memberikan klarifikasi atas dugaan pengoplosan Pertamax dengan Pertalite yang muncul dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah. Komisi VII DPR RI menegaskan pentingnya transparansi agar masyarakat tidak terjebak dalam opini negatif yang dapat merusak kepercayaan terhadap perusahaan energi milik negara.
"Pertamina harus segera memberikan penjelasan resmi mengenai isu ini agar tidak berkembang menjadi persepsi negatif di masyarakat," ujar salah satu anggota Komisi VII DPR. Pernyataan ini menyoroti urgensi bagi Pertamina untuk menegaskan posisinya sebelum masalah ini meluas dan memerlukan intervensi lebih lanjut, termasuk dari Presiden Prabowo.
Kasus ini bermula dari temuan Kejaksaan Agung yang mengungkap dugaan pencampuran Pertamax dengan Pertalite dalam konteks korupsi di tubuh Pertamina. Praktik tersebut diduga tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga berpotensi mencoreng citra perusahaan yang selama ini menjadi andalan dalam distribusi bahan bakar nasional.
Ketidakpuasan terhadap kasus ini pun disuarakan oleh anggota DPR lainnya. "Saya tidak terima nama baik Pertamina tercoreng karena kasus seperti ini," tegasnya. Baginya, kepercayaan publik terhadap Pertamina adalah aset yang harus dijaga, terutama dalam situasi di mana integritas sektor energi dipertaruhkan.
Di sisi lain, dari perspektif perlindungan konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menegaskan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan jika terbukti membeli Pertamax yang telah dioplos dengan Pertalite. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya berkaitan dengan kepatuhan regulasi, tetapi juga dengan hak-hak konsumen yang harus dijamin secara hukum.
Namun, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Ia menyatakan bahwa pencampuran BBM tidak melanggar aturan selama spesifikasinya tetap memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kendati demikian, ia menggarisbawahi bahwa proses tersebut harus dilakukan secara transparan dan tidak merugikan masyarakat.
Kasus ini juga menyeret nama pengusaha Riza Chalid, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung. Rumah serta kantornya telah digeledah untuk mencari bukti tambahan yang dapat menguatkan temuan kasus ini. Dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun, investigasi terhadap skandal ini semakin menjadi sorotan berbagai pihak, dari pemerintah hingga masyarakat luas.
Dengan tekanan yang semakin besar dari DPR dan publik, Pertamina kini berada dalam posisi yang menuntut langkah tegas. Klarifikasi dan transparansi menjadi kunci untuk meredam polemik, sekaligus memastikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap industri energi nasional tetap terjaga.
(*)