Cara Agar Bisnis Tanpa Riba dan Barokah Menurut Ulama Fikih
Temukan cara menjadikan bisnis tanpa riba dan lebih barokah menurut ulama fikih dengan prinsip halal, etika syariah, dan panduan berbasis data dan sumber terpercaya.
Uang ratusan triliun mengendap di bank, sementara UMKM dan pelaku usaha kesulitan akses pembiayaan.
Jakarta - Di tengah geliat ekonomi yang perlahan mulai pulih, fenomena kredit menganggur justru mengemuka sebagai ironi dalam sistem keuangan nasional. Alih-alih menjadi motor penggerak pemulihan, sektor perbankan justru terlihat pasif, menyimpan dana besar tanpa tersalurkan ke sektor produktif. Realitas ini bukan sekadar angka-angka, tapi cerminan dari kekhawatiran sistemik yang tengah mengintai.
Bank Indonesia mencatatkan bahwa penempatan dana perbankan di Surat Berharga Negara (SBN) serta instrumen moneter melonjak signifikan, bahkan mengungguli pertumbuhan penyaluran kredit. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, mengungkapkan bahwa hingga Februari 2024, dana yang parkir di instrumen moneter Bank Indonesia seperti reverse repo mencapai Rp1.225,8 triliun, tumbuh 6,85% secara tahunan (yoy). Sementara dana perbankan yang ditempatkan di SBN melonjak lebih tajam, mencapai Rp1.992,9 triliun atau tumbuh 10,96% yoy.
“Kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 9,44% yoy pada Februari 2024 menjadi Rp6.847,3 triliun,” ujar Erwin dalam keterangan tertulis, menggambarkan kesenjangan yang makin melebar antara dana yang tersedia dan dana yang disalurkan.
Tren ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa perbankan lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen aman daripada menyalurkan kredit? Jawabannya bukan sesederhana kehati-hatian. Di balik strategi konservatif ini, tersirat ketidakpastian yang masih menyelimuti dunia usaha. Banyak sektor belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi, sementara risiko gagal bayar masih menjadi momok yang membayangi bank.
Padahal, dalam teori ekonomi klasik, bank memiliki peran vital sebagai lembaga intermediasi yang mengalirkan likuiditas ke sektor-sektor produktif. Ketika fungsi ini terganggu, efek dominonya menjalar ke mana-mana—dari pelaku usaha kecil yang kesulitan mengakses pembiayaan, hingga melambatnya pertumbuhan lapangan kerja.
Secara rasional, penempatan dana di instrumen moneter dianggap sebagai langkah aman bagi bank. Namun jika kecenderungan ini berlangsung dalam jangka panjang, potensi stagnasi bisa menjadi ancaman baru bagi perekonomian. Di satu sisi, dana triliunan rupiah mengendap dalam bentuk surat utang dan reverse repo, di sisi lain dunia usaha mengeluh kekurangan akses pembiayaan.
Dengan kondisi seperti ini, muncul kebutuhan mendesak akan kebijakan yang lebih progresif—baik dari regulator maupun otoritas fiskal—untuk mendorong kepercayaan dunia usaha dan memantik gairah penyaluran kredit. Karena tanpa langkah nyata, kredit yang menganggur bisa menjadi simbol dari ekonomi yang stagnan: uang tersedia, tapi tak bekerja. *
Redaksi Grahanusantara.ID (Media Graha Nusantara [MGN]) adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.
Temukan cara menjadikan bisnis tanpa riba dan lebih barokah menurut ulama fikih dengan prinsip halal, etika syariah, dan panduan berbasis data dan sumber terpercaya.
Uranium bukan sekadar bahan bom nuklir. Artikel ini mengulas peran strategis uranium dalam pembangkit listrik, kedokteran, riset ilmiah, dan pertahanan. Disusun berdasarkan data resmi IAEA, WNA, dan lembaga kredibel lainnya, artikel ini membahas cadangan global, tantangan lingkungan, inovasi teknologi, serta potensi uranium sebagai sumber energi masa depan yang bersih dan berkelanjutan.
Pelajari syarat dan cara mengajukan klaim Rp15 juta dari BPJS Ketenagakerjaan untuk pelunasan atau pinjaman rumah melalui program JHT. Panduan lengkap, dokumen yang dibutuhkan, serta langkah-langkah pengajuan via aplikasi JMO.