Jawa Timur - Blitar tengah menjadi sorotan setelah sebuah tradisi salat tarawih di Pondok Pesantren Mambaul Hikam viral di media sosial.
Dalam video yang beredar, jemaah terlihat menyelesaikan 23 rakaat salat tarawih hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.
Kecepatan ini pun menimbulkan beragam reaksi, mulai dari kekaguman hingga tanda tanya mengenai kesahihan ibadah tersebut.
Tradisi Sejak 1907: Sejarah dan Alasan di Baliknya
Tradisi tarawih kilat di Ponpes Mambaul Hikam bukanlah fenomena baru. Praktik ini telah berlangsung sejak tahun 1907, diperkenalkan oleh pendiri pesantren, KH Abdul Ghofur.
Pada masa itu, masyarakat sekitar merupakan pekerja yang sibuk dan sering enggan mengikuti salat tarawih yang panjang.
Dengan mempercepat pelaksanaan ibadah, mereka tetap bisa berpartisipasi tanpa mengorbankan waktu istirahat atau pekerjaan esok harinya.
Pengasuh pesantren saat ini, KH Dliya'uddin Azzamzammi, menegaskan bahwa meskipun salat berlangsung cepat, rukun dan syaratnya tetap terpenuhi.
"Tumaninah tetap ada, cukup untuk melafalkan 'subhanallah', baik secara lisan maupun dalam hati," ujarnya, menjawab pertanyaan tentang sah atau tidaknya salat tarawih kilat ini.
Antusiasme Jemaah: Datang dari Berbagai Daerah
Setiap malam selama bulan Ramadan, sekitar 1.500 jemaah memadati area pesantren. Tidak hanya santri dan warga setempat, banyak pula pendatang dari luar kota yang penasaran ingin merasakan pengalaman tarawih kilat. Salah satunya adalah Rizki, seorang jemaah dari Kediri.
"Saya sengaja datang ke sini karena penasaran. Ternyata benar-benar cepat, jadi bisa langsung istirahat setelahnya," katanya.
Karena jumlah jemaah yang membludak, pihak pesantren sampai menggelar alas di luar masjid untuk menampung mereka.
Menjelang akhir Ramadan, jumlah peserta bahkan semakin bertambah karena banyak perantau yang pulang ke kampung halaman.
Respons Publik: Efisiensi atau Ibadah yang Terburu-buru?
Viralnya video tarawih kilat ini memicu perdebatan di media sosial. Sebagian orang mengapresiasi efisiensi ibadah ini, sementara yang lain mempertanyakan apakah salat yang begitu cepat tetap sah menurut syariat Islam.
Sejumlah ulama berpendapat bahwa meskipun gerakan dan bacaan dilakukan dengan cepat, yang terpenting adalah tumaninah tetap ada, walaupun hanya sejenak.
Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa terlalu cepatnya gerakan bisa mengurangi kekhusyukan dalam ibadah.
Meski menuai kontroversi, tradisi tarawih kilat di Blitar tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi umat Islam yang ingin merasakan pengalaman berbeda dalam menjalankan ibadah Ramadan.
Bagi masyarakat sekitar, ini bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi bagian dari sejarah panjang yang terus dilestarikan hingga kini.