Latar Belakang dan Karier Azam Akhmad Akhsya
Azam Akhmad Akhsya adalah seorang jaksa yang pernah bertugas di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat sebagai Kepala Sub Seksi Barang Bukti. Dalam perjalanan kariernya, ia kemudian dipindahkan ke Kejaksaan Negeri Landak, Kalimantan Barat, dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Intelijen. Sepanjang masa tugasnya, Azam dikenal sebagai aparat penegak hukum yang menangani berbagai kasus hukum, termasuk perkara terkait investasi bodong robot trading Fahrenheit.
Kasus Penggelapan Dana Korban Robot Trading Fahrenheit
Nama Azam Akhmad Akhsya menjadi sorotan publik setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana korban investasi bodong robot trading Fahrenheit. Kasus ini bermula pada 23 Desember 2023, ketika dilakukan eksekusi pengembalian barang bukti senilai Rp61,4 miliar yang terkait dengan terdakwa Hendry Susanto, Direktur Utama PT FSP Akademi Pro. Namun, proses pengembalian dana tersebut tidak sepenuhnya diberikan kepada para korban.
Pihak kejaksaan mengungkap bahwa Azam, bersama dua pengacara bernama BG dan Oktavianus Setiawan (OS), hanya mengembalikan Rp38,2 miliar dari total dana yang seharusnya diterima korban. Sisa uang sebesar Rp23,2 miliar diduga dibagi di antara ketiganya, dengan rincian Azam menerima Rp11,5 miliar, BG memperoleh Rp3 miliar, dan OS mendapatkan Rp8,5 miliar.
Kajati DK Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menegaskan bahwa uang yang diterima oleh Azam digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset. Sebagian dana tersebut juga ditemukan dalam rekening istrinya. “Kami menemukan indikasi bahwa uang ini juga mengalir ke beberapa oknum jaksa lainnya, dan saat ini sedang dalam proses penelusuran lebih lanjut,” ungkap Patris.
Penahanan dan Proses Hukum
Setelah statusnya sebagai tersangka ditetapkan, Azam Akhmad Akhsya ditahan oleh penyidik Kejati DK Jakarta. Ia ditempatkan di Rutan Kejaksaan Agung, sementara dua rekannya, BG dan OS, ditahan masing-masing di Rutan Cipinang dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Azam dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal yang dikenakan kepadanya mencakup Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf e, serta Pasal 12B juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, dua pengacara yang terlibat dalam kasus ini didakwa berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b, serta Pasal 13 dalam undang-undang yang sama.
Penyidik masih terus mendalami aliran dana hasil penggelapan tersebut dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam skandal ini. Barang bukti yang telah disita termasuk uang tunai dalam jumlah besar, aset berupa rumah dan tanah, serta sejumlah uang yang ditemukan dalam kepemilikan istri tersangka.
Dampak dan Respons Publik
Kasus ini menambah daftar panjang skandal hukum yang melibatkan aparat penegak hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung dan berbagai pihak terkait berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan keadilan bagi para korban. Publik pun menyoroti bagaimana aparat hukum yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru terlibat dalam kejahatan finansial yang merugikan banyak pihak.
Kasus Azam Akhmad Akhsya masih dalam proses hukum yang berjalan. Keberlanjutan kasus ini akan menentukan seberapa serius upaya pemberantasan korupsi di lingkungan aparat penegak hukum, serta menjadi ujian bagi sistem peradilan di Indonesia dalam menindak pelaku tanpa pandang bulu.
(*)