Press ESC to close

Daftar Kasus Korupsi BUMN Sejak Reformasi hingga 2025

Jakarta - Pengesahan Undang-undang BUMN 2025 memunculkan kekhawatiran serius terhadap masa depan pemberantasan korupsi di tubuh perusahaan pelat merah. Pasal-pasal dalam beleid baru tersebut menyatakan bahwa direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi tergolong sebagai penyelenggara negara. Implikasi dari ketentuan ini sangat signifikan: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengusut tindak pidana korupsi yang melibatkan petinggi BUMN.

KPK sendiri telah merespons pasal kontroversial tersebut. Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa lembaganya masih memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap korupsi yang dilakukan oleh direksi dan komisaris BUMN. Namun, kejelasan hukum tetap menjadi sorotan karena perbedaan tafsir ini bisa dimanfaatkan untuk melemahkan upaya penindakan di masa depan.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Sejak era reformasi, berbagai kasus korupsi besar telah menyeret jajaran petinggi BUMN ke meja hijau. Sepanjang 2016 hingga 2021, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN dengan 340 tersangka, 51 di antaranya menjabat sebagai direktur. Kejaksaan Agung juga mencatat 212 kasus korupsi di BUMN dari 2016 hingga 2023, dengan total kerugian negara mencapai Rp64 triliun.

Beberapa kasus yang mencuat belakangan ini makin menguatkan urgensi pengawasan ketat terhadap BUMN. Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina melibatkan tiga pejabat penting: Riva Siahaan, Yoki Firnandi, dan Sani Dinar Saifuddin. Dugaan pelanggaran regulasi dalam tata kelola impor dan ekspor migas menyebabkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun. Dalam kasus terpisah, mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, divonis bersalah karena menandatangani kontrak pengadaan LNG tanpa kajian memadai, yang merugikan negara Rp1,7 triliun.

Pola yang sama tampak pula dalam kasus proyek fiktif PT Waskita Karya yang melibatkan Direktur Utamanya, Destiawan Soewardjono. Ia didakwa memalsukan dokumen untuk mencairkan dana Supply Chain Financing (SCF), menyebabkan kerugian negara sekitar Rp5,8 miliar. PT Amarta Karya bahkan terlibat dalam penyediaan 60 proyek subkontraktor fiktif antara 2018–2022, dengan kerugian mencapai Rp46 miliar. Tak ketinggalan, kasus suap di PT Angkasa Pura II menyeret Direktur Keuangan, Andra Y. Agussalam, yang menerima suap senilai Rp1,9 miliar demi memuluskan proyek pengadaan sistem bagasi.

Masyarakat menilai keberadaan UU BUMN 2025 ini berpotensi menjadi celah besar bagi maraknya praktik korupsi di tubuh BUMN. Jika direksi dan komisaris tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara, maka secara hukum mereka berada di luar jangkauan KPK. Ini sangat mengkhawatirkan, karena BUMN merupakan pengelola dana publik dengan skala besar dan peran strategis dalam perekonomian nasional.

Opini ini mengingatkan kita pada rentetan kasus besar seperti Jiwasraya, Asabri, dan Garuda Indonesia yang merugikan negara puluhan triliun rupiah. Tanpa adanya revisi terhadap UU BUMN 2025, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terulang, bahkan dengan skala yang lebih masif.

Sebagai negara yang menempatkan BUMN sebagai ujung tombak pembangunan dan kedaulatan ekonomi, pemerintah semestinya memperkuat akuntabilitas dan transparansi. Revisi UU BUMN adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa jabatan publik dalam perusahaan negara tetap berada dalam pengawasan lembaga independen. Jika tidak, aset negara bisa menjadi bancakan segelintir elite, sementara rakyat menanggung kerugiannya.

Sejak era reformasi, banyak direksi dan petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terjerat kasus korupsi, menunjukkan bahwa praktik korupsi di lingkungan BUMN bukanlah fenomena baru. Berikut adalah beberapa kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN dari masa reformasi hingga tahun 2025:

PT Pertamina (Persero)

Pada Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. Di antara tersangka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.

PT Timah Tbk

Kasus korupsi di PT Timah melibatkan dugaan penambangan ilegal dan kerusakan lingkungan yang signifikan. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp300 triliun, termasuk kerugian lingkungan sebesar Rp271 triliun dan kerugian keuangan negara sebesar Rp29 triliun.

PT Asuransi Jiwasraya

Mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim, menjadi salah satu aktor utama dalam kasus korupsi investasi yang mengguncang industri asuransi, dengan kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun.

PT Asabri (Persero)

Direktur Utama Asabri periode 2012–2020, Adam Damiri dan Sonny Widjaja, diduga terlibat dalam kasus korupsi investasi yang sangat besar di PT Asabri, dengan total kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk

Pada April 2023, Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi. Destiawan secara melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,5 triliun.

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, terlibat dalam kasus penyelundupan barang mewah melalui pesawat Garuda Indonesia pada 2019, yang merugikan negara sebesar Rp1,5 miliar.

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

Fazwar Bujang, mantan Direktur Utama Krakatau Steel, menjadi tersangka dalam kasus korupsi proyek Blast Furnace Complex (BFC) yang terjadi pada 2011, dengan kerugian negara mencapai Rp6,9 triliun.

PT Amarta Karya (Persero)

Pada Agustus 2023, mantan Direktur PT Amarta Karya, Catur Prabowo, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait sekitar 60 proyek pengadaan subkontraktor fiktif, dengan kerugian negara sebesar Rp46 miliar.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk

Desi Arryani, mantan Direktur Utama PT Jasa Marga, menjadi tersangka korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya, dengan kerugian negara hingga Rp202 miliar.

PT Angkasa Pura II (Persero)

Mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y. Agussalam, ditangkap KPK pada 2020 karena menerima suap senilai Rp1,9 miliar terkait proyek bagasi di PT Angkasa Pura Propertindo.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *