Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang.
Fokus penyelidikan kini mengarah pada kemungkinan keterlibatan pengusaha minyak Riza Chalid, setelah penyidik menggeledah kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Itu yang akan didalami oleh penyidik (peran Riza Chalid)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan di Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
Penggeledahan tersebut dilakukan pada Selasa (25/2), di mana tim penyidik menemukan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan kasus ini.
Barang-barang tersebut, termasuk uang tunai sebesar Rp 857.528.000, dokumen penting, serta barang bukti elektronik, kini tengah diperiksa secara mendalam.
Penyidik mencurigai bahwa dokumen yang ditemukan di kediaman Riza Chalid memiliki kaitan erat dengan dugaan korupsi ini.
"Penyidik menduga kuat bahwa dokumen terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut ditemukan di sana. Itu yang akan dipelajari dan dikembangkan," jelas Harli.
Ia menambahkan bahwa penyelidikan bertujuan untuk mengungkap alasan keberadaan dokumen tersebut serta peran Riza dalam kasus ini.
Kasus dugaan korupsi ini telah menyeret tujuh tersangka, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang merupakan putra Riza Chalid.
Selain MKAR, empat tersangka lainnya berasal dari jajaran petinggi subholding PT Pertamina, sementara tiga lainnya merupakan pihak swasta.
Berikut adalah nama para tersangka dalam kasus ini:
- RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga;
- SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional;
- YF, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping;
- AP, Wakil Presiden Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional;
- MKAR, pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa;
- DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim;
- GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung menduga bahwa Muhammad Kerry memperoleh keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang dengan cara yang tidak sah.
Salah satu modus yang terungkap adalah markup dalam kontrak pengiriman minyak yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Akibatnya, negara harus membayar fee tambahan sebesar 13-15 persen.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Riza Chalid sendiri bukan sosok yang asing dalam dunia bisnis minyak di Indonesia.
Namanya pernah mencuat dalam skandal rekaman "Papa Minta Saham" yang diduga melibatkan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Kini, Kejagung berupaya mengungkap apakah ia memiliki peran dalam kasus dugaan korupsi ini.
Penyelidikan terhadap keterlibatan Riza Chalid masih berlangsung, dan Kejagung memastikan akan terus mengembangkan kasus ini berdasarkan bukti-bukti yang ada.
(*)