Press ESC to close

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 13 Tahun, Korupsi LNG Rugikan Negara Rp1,83 Triliun

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) resmi memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Keputusan ini diambil dalam sidang kasasi yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025. 

Vonis terbaru ini lebih berat dibandingkan putusan sebelumnya di tingkat banding yang menghukum Karen dengan 9 tahun penjara.

Majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, juga menjatuhkan denda sebesar Rp650 juta kepada Karen. 

Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka ia harus menjalani hukuman tambahan selama enam bulan kurungan. 

Dalam putusan ini, MA menolak kasasi yang diajukan baik oleh Karen maupun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi mengubah putusan di tingkat banding dengan menambah masa hukuman.

Dalam putusan kasasi, Karen dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. 

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, dengan dakwaan melanggar Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor yang berkenaan dengan perbuatan melawan hukum yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan negara.

Kasus ini bermula dari keputusan Karen saat menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina dalam proyek pengadaan LNG dari Amerika Serikat. 

Tanpa melalui prosedur yang semestinya, ia menyetujui pengembangan bisnis gas di beberapa kilang LNG di Negeri Paman Sam. 

Keputusan ini diambil tanpa analisis teknis dan ekonomi yang mendalam serta tanpa persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris Pertamina maupun rapat umum pemegang saham. 

Akibat kebijakan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar 113,83 juta dolar AS atau sekitar Rp1,83 triliun. 

Sementara itu, pihak Corpus Christi Liquefaction (CCL), perusahaan di Amerika Serikat yang terlibat dalam proyek ini, justru diuntungkan dengan jumlah yang sama.

Menanggapi putusan kasasi ini, penasihat hukum Karen, Luhut MP Pangaribuan, menyatakan kekecewaannya. 

"Kami sangat sedih dan kecewa karena menurut kami, putusan ini tidak didasarkan pada alat bukti yang lengkap dan kebenaran materiil. Apalagi dalam perkara ini, sebenarnya terdapat keuntungan bagi negara dari penjualan LNG tersebut," ujarnya.

Hingga berita ini ditulis, pihak KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait keputusan MA yang memperberat hukuman bagi mantan orang nomor satu di Pertamina tersebut.

Vonis 13 tahun bagi Karen Agustiawan menandakan ketegasan Mahkamah Agung dalam menindak kasus korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar. 

Meski ada perbedaan pandangan terkait dampak kebijakan LNG yang diambil Karen, putusan ini menegaskan bahwa penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara tetap harus dipertanggungjawabkan secara hukum. 

Kini, publik menunggu langkah hukum selanjutnya yang mungkin ditempuh oleh pihak Karen maupun perkembangan lebih lanjut dari KPK terkait kasus ini.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *