Press ESC to close

Jangan Kaget! Sekarang Semua WNI Punya NPWP, Ini Dampaknya

Tangerang Selatan - Sejak 1 Juli 2024, pemerintah resmi mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia. 

Langkah ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang didukung oleh Coretax, sistem administrasi perpajakan terbaru yang mulai diterapkan penuh pada 1 Januari 2025.

Melalui situs resminya, DJP menyatakan bahwa "Dengan adanya Coretax, proses administrasi perpajakan menjadi lebih terstruktur dan efisien." 

Namun, di balik inovasi ini, muncul pertanyaan penting: apakah kebijakan ini benar-benar memberikan kemudahan, atau justru menambah beban bagi masyarakat yang belum memahami kewajiban perpajakannya?

Minim Sosialisasi, Berpotensi Menambah Beban Wajib Pajak

DJP menegaskan bahwa integrasi NIK-NPWP bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mempermudah akses layanan perpajakan. 

Namun, tidak semua masyarakat memahami implikasi dari memiliki NPWP secara otomatis.

Salah satu kekhawatiran utama adalah minimnya pemahaman terkait kewajiban pelaporan pajak. 

Pemerintah menetapkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta per tahun, sehingga hanya mereka yang berpenghasilan di atas jumlah tersebut yang wajib membayar pajak. 

Namun, banyak yang tidak tahu bahwa memiliki NPWP tetap mengharuskan mereka untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, sekalipun penghasilannya di bawah PTKP.

Tanpa edukasi yang memadai, masyarakat berisiko terkena sanksi administratif sebesar Rp100.000 karena lalai melaporkan SPT. 

"Jika sistemnya otomatis, seharusnya layanan pajak juga otomatis memberi tahu apakah kita wajib lapor atau tidak," ungkap seorang pelaku UMKM dalam diskusi daring.

Pemadanan Data: Wajib atau Bermasalah?

Bagi Wajib Pajak yang sebelumnya memiliki NPWP format lama (15 digit), pemerintah menetapkan batas waktu hingga 30 Juni 2024 untuk melakukan pemadanan NIK-NPWP. Jika tidak melakukan pemadanan, akses ke layanan perpajakan elektronik dapat terganggu.

Namun, dalam praktiknya, banyak pengguna melaporkan kendala teknis saat menggunakan sistem Coretax. DJP menyarankan Wajib Pajak untuk memastikan bahwa perangkat yang digunakan bebas dari alat pengambil data otomatis seperti scraper atau bot, serta mencoba browser alternatif jika mengalami kendala.

Di sisi lain, DJP juga memperingatkan Wajib Pajak untuk berhati-hati terhadap penipuan yang mengatasnamakan Coretax. "Pembaruan data sebaiknya dilakukan secara mandiri melalui sistem resmi DJP, dan Wajib Pajak diimbau untuk tidak memberikan informasi pribadi kepada pihak yang tidak dikenal," tulis DJP dalam akun media sosialnya.

Diperlukan Layanan Pendampingan dan Notifikasi Otomatis

Meskipun DJP telah menyediakan layanan e-Filing dan e-Form melalui portal Coretax, akses terhadap informasi perpajakan masih menjadi kendala bagi sebagian masyarakat, terutama mereka yang tidak familiar dengan teknologi.

Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini:

1. Layanan Pendampingan Pajak di Desa/Kecamatan – Banyak warga yang bingung dengan aturan pajak baru ini. Pemerintah perlu menyediakan konsultasi gratis secara langsung di tingkat kelurahan atau kecamatan.

2. Notifikasi Otomatis Kewajiban Pajak – Wajib Pajak seharusnya menerima notifikasi resmi melalui SMS atau email terkait kewajiban pelaporan pajak mereka.

3. Pengampunan Denda dalam Masa Transisi – Agar masyarakat tidak dirugikan akibat kurangnya sosialisasi, pemerintah perlu mempertimbangkan penghapusan denda administrasi bagi mereka yang baru memahami kewajibannya.

Perlunya Perbaikan dan Peningkatan

Integrasi NIK sebagai NPWP dan penerapan Coretax merupakan langkah besar dalam reformasi perpajakan Indonesia. Namun, kurangnya sosialisasi dan kendala teknis dapat membuat kebijakan ini menjadi beban baru bagi masyarakat yang belum memahami sistem pajak.

Pemerintah perlu memastikan bahwa digitalisasi perpajakan ini tidak hanya sekadar modernisasi sistem, tetapi juga diikuti dengan edukasi yang memadai, layanan yang lebih ramah pengguna, serta penghapusan sanksi administratif bagi mereka yang terkena dampak minimnya informasi. Dengan begitu, kebijakan ini benar-benar memberikan kemudahan, bukan menambah beban bagi masyarakat.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *