Maliboro - Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia menyaksikan ribuan mahasiswa turun ke jalan pada 17-18 Februari 2025 dalam aksi bertajuk Indonesia Gelap. Dengan mengenakan pakaian hitam dan membawa lilin, mereka memprotes pemangkasan anggaran pendidikan yang dilakukan pemerintah demi mendanai program makan gratis bagi anak sekolah.
Di Jakarta, titik kumpul massa berada di sekitar Patung Kuda Monas. Mahasiswa dari berbagai universitas bergerak serempak, membawa spanduk dan poster berisi tuntutan mereka. "Pendidikan adalah investasi masa depan, bukan sektor yang bisa dikorbankan," seru salah satu orator dari atas mobil komando. Aksi serupa terjadi di Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota lainnya, menunjukkan luasnya gelombang ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah.
Pemicu Demonstrasi: Pemangkasan Anggaran Pendidikan
Aksi ini dipicu oleh keputusan pemerintah memangkas anggaran pendidikan sebesar $19 miliar untuk membiayai program makan gratis bagi anak sekolah. Mahasiswa menyatakan memahami urgensi program ini, tetapi mereka mempertanyakan mengapa pendidikan harus dikorbankan.
"Kami memahami pentingnya program ini, tetapi mengapa harus dengan memotong anggaran pendidikan?" Ungkap pendemo sebagaimana dikutip dari Reuters.
Menurut laporan Financial Times, pemotongan ini berpotensi berdampak pada berbagai aspek pendidikan, termasuk subsidi bagi perguruan tinggi negeri, beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu, serta kesejahteraan tenaga pengajar. Kekhawatiran ini mendorong mahasiswa untuk mengajukan tuntutan yang lebih luas terhadap pemerintah.
Tuntutan Mahasiswa: Dari Anggaran hingga Reformasi Kebijakan
Selain menolak pemangkasan anggaran pendidikan, mahasiswa menyampaikan serangkaian tuntutan yang lebih luas, termasuk:
- Efisiensi Kabinet dan Pengurangan Pemborosan Anggaran – Mahasiswa meminta pemerintah mengurangi jumlah kementerian atau mengalokasikan anggaran dengan lebih transparan. "Jangan pendidikan yang dikorbankan, sementara birokrasi justru makin gemuk," ujar salah satu demonstran.
- Penolakan Revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan – Rencana revisi undang-undang yang dapat memperluas peran militer dalam ranah sipil menjadi perhatian mahasiswa. Mereka menilai perubahan ini dapat mengancam demokrasi dan kebebasan sipil.
- Evaluasi Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) – Mahasiswa meminta agar program ini ditinjau ulang untuk memastikan tidak merugikan sektor pendidikan dan sektor penting lainnya. Mereka mendesak pemerintah mencari sumber pendanaan alternatif tanpa harus memangkas anggaran pendidikan.
- Peningkatan Kesejahteraan Guru dan Dosen – Dengan pemotongan anggaran, mahasiswa khawatir bahwa kesejahteraan tenaga pendidik akan terdampak, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
- Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran – Demonstran juga menuntut pemerintah lebih terbuka dalam penggunaan anggaran, khususnya dalam proyek-proyek besar yang dinilai kurang transparan.
Respon Pemerintah: Antara Komitmen dan Kekhawatiran Mahasiswa
Menanggapi aksi ini, pemerintah menegaskan bahwa pemangkasan anggaran pendidikan dilakukan untuk mendukung program prioritas nasional. "Kami berkomitmen untuk menjaga kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidik, meskipun ada penyesuaian anggaran," ujar seorang pejabat sebagaimana dikutip dari Reuters.
Namun, mahasiswa tetap menekan pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini dan mencari solusi yang tidak merugikan sektor pendidikan. Dalam beberapa wawancara dengan media, demonstran menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya sekadar protes sesaat, tetapi bagian dari gerakan yang lebih besar untuk memastikan pendidikan tetap menjadi prioritas nasional.
Masa Depan Gerakan "Indonesia Gelap"
Demonstrasi Indonesia Gelap berakhir menjelang malam dengan nyala lilin yang memenuhi jalanan. Cahaya kecil itu menjadi simbol harapan—bahwa pendidikan tetap harus menjadi prioritas, dan suara mahasiswa tak akan padam begitu saja.
Dengan semakin luasnya dukungan dari akademisi dan masyarakat sipil, aksi ini diprediksi akan berlanjut dalam bentuk dialog, kajian akademis, hingga kemungkinan aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak mendapat respons yang memadai dari pemerintah.
(*)