Press ESC to close

Skandal Korupsi BBM Patra Niaga, Kerugian Hampir Rp1.000 Triliun, Tuntutan Hukuman Mati Menguat

  • Mar 02, 2025

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap skandal korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang diduga merugikan negara hampir Rp1.000 triliun selama periode 2018–2023. 

Temuan ini menjadi sorotan karena besarnya angka kerugian, yang dinilai sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. 

Pengamat menilai bahwa hukuman mati bagi tersangka dapat menjadi efek jera bagi pelaku korupsi di sektor migas.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, mengungkapkan bahwa kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp193,7 triliun pada tahun 2023 saja. 

Jika dihitung selama lima tahun, total kerugian berpotensi mencapai sekitar Rp968,5 triliun. 

“Kerugian tersebut terdiri dari berbagai komponen, seperti ekspor minyak mentah dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, serta kerugian dari impor BBM melalui broker senilai Rp9 triliun,” ujar Ketut, Senin (19/2/2024). 

Selain itu, pemberian kompensasi dan subsidi BBM yang bermasalah pada 2023 juga menambah beban negara masing-masing sebesar Rp126 triliun dan Rp21 triliun.

Skema dugaan korupsi ini diduga melibatkan praktik blending BBM atau pengoplosan bahan bakar dengan kualitas lebih rendah untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. 

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyoroti bahwa modus blending ini bukan hal baru dalam dunia migas. 

“Modus blending BBM ini adalah salah satu cara mafia migas untuk meraup keuntungan besar dengan mencampur BBM berkualitas tinggi dengan BBM berkualitas rendah,” ujarnya, Rabu (21/2/2024). 

Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini tidak hanya menyebabkan kerugian keuangan bagi negara, tetapi juga berdampak pada kualitas BBM yang dikonsumsi masyarakat.

Kasus ini pun memunculkan wacana hukuman maksimal bagi para pelaku. Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menilai bahwa tersangka dalam kasus ini bisa dijatuhi hukuman mati.

“Dalam UU Tipikor, korupsi yang dilakukan saat bencana nasional dapat diperberat dengan hukuman mati,” ujarnya, Selasa (20/2/2024).

Preseden tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi juga pernah terjadi sebelumnya. 

Dalam kasus Asabri, terdakwa Benny Tjokrosaputro sempat dituntut hukuman mati oleh jaksa karena merugikan negara triliunan rupiah. 

Hal ini menjadi acuan bahwa skandal besar seperti kasus Patra Niaga berpotensi mendapatkan tuntutan serupa.

Dengan skala kasus yang masif, publik kini menanti langkah Kejagung dalam mengusut tuntas skandal ini. 

Transparansi dan ketegasan hukum menjadi tuntutan utama agar mafia migas tidak lagi merugikan negara dan masyarakat. 

Jika tidak ada tindakan yang tegas, dikhawatirkan praktik serupa akan terus terjadi di sektor energi Indonesia.

(*)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *