Jakarta – Nama Jaksa Azam Akhmad Akhsya kini menjadi sorotan setelah dugaan keterlibatannya dalam kasus suap senilai Rp115 miliar mencuat ke publik.
Skandal ini mengungkap bagaimana seorang penegak hukum justru diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi.
Dengan harta kekayaan yang mencapai Rp66 miliar, kasus ini menjadi perhatian publik sekaligus menjadi pukulan telak bagi institusi hukum di Indonesia.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menjelaskan bahwa Azam diduga terlibat dalam penyelewengan dana sebesar Rp23 miliar, yang seharusnya dikembalikan kepada korban investasi bodong robot trading Fahrenheit.
“Oleh saudara AZ, uang ini sudah digunakan untuk kepentingan pribadi, membeli aset, dan sebagian lagi masuk di rekening istri,” ujar Patris dalam konferensi pers di Kejati Jakarta pada Kamis (27/2) malam.
Kasus ini bermula pada 23 Desember 2023, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat melakukan eksekusi pengembalian uang barang bukti milik korban robot trading Fahrenheit.
Dari total barang bukti senilai Rp61,4 miliar, eksekusi tersebut dilakukan oleh tim JPU, termasuk Azam, serta dua pengacara yang bertindak sebagai perwakilan korban, yaitu OS dan BG.
Namun, dalam prosesnya, kedua pengacara tersebut diduga membujuk Azam untuk tidak mengembalikan seluruh dana kepada korban.
Alih-alih memastikan pengembalian dana sepenuhnya, Azam diduga menyetujui penggelapan sebagian uang korban. Dalam skema yang dijalankan, Rp23,2 miliar disalurkan melalui OS, sementara Rp38,2 miliar dikembalikan melalui BG.
Namun, uang yang ditangani OS justru disalahgunakan, di mana Rp17 miliar di antaranya dibagi dua dengan Azam, masing-masing menerima Rp8,5 miliar.
Sedangkan BG diduga melakukan manipulasi dana sebesar Rp6 miliar, dengan pembagian Rp3 miliar untuk dirinya dan Rp3 miliar lainnya untuk Azam.
Dalam pemeriksaan, terungkap bahwa sebagian dana yang diterima Azam mengalir ke beberapa pihak lain, termasuk pegawai honorer di Kejari Jakarta Barat dan beberapa oknum jaksa lainnya yang kini sedang ditelusuri.
“Dari pemeriksaan tim penyidik, uang yang didapat oleh JPU AZ ini juga mengalir ke beberapa oknum jaksa yang sekarang sedang ditelusuri oleh penyidik untuk membuktikan keterangan-keterangan itu,” tambah Patris.
Kini, Jaksa Azam yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kasi Intel Kejaksaan Negeri Landak resmi ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, pengacara BG juga turut dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf b juncto Pasal 13 UU Tipikor. Adapun OS hingga kini belum memenuhi panggilan pemeriksaan dan diimbau untuk segera hadir.
Kasus ini tidak hanya mengguncang dunia hukum di Indonesia, tetapi juga semakin menyoroti celah dalam pengawasan sistem hukum di tanah air.
Dugaan penyalahgunaan wewenang oleh seorang jaksa yang seharusnya menegakkan keadilan menambah daftar panjang kasus korupsi di lingkungan aparat penegak hukum.
Masyarakat kini menantikan langkah tegas Kejaksaan dalam menindak kasus ini, serta memastikan bahwa kepercayaan publik terhadap institusi hukum tidak semakin terkikis.
(*)