Press ESC to close

ST Burhanuddin, Jaksa Agung yang Mengguncang Sistem Hukum Indonesia

Sosok Jaksa Agung ST Burhanuddin

Sanitiar Burhanuddin, yang lebih dikenal sebagai ST Burhanuddin, lahir pada 17 Juli 1954 di Cirebon, Jawa Barat. Ia menghabiskan masa kecilnya di Talaga, Majalengka, di mana ia menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Talaga dan melanjutkan ke SMP Negeri Talaga. Setelah itu, ia menempuh pendidikan menengah di SMEA Negeri Magelang sebelum akhirnya melanjutkan studi hukum di Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, tempat ia meraih gelar Sarjana Hukum pada tahun 1983.

Tidak berhenti di sana, Burhanuddin kemudian meraih gelar Magister Manajemen dari Sekolah Tinggi Manajemen Labora Jakarta dan menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Satyagama. Kombinasi latar belakang akademik dan pengalaman praktisnya membentuk landasan kuat bagi kariernya sebagai jaksa dan penegak hukum.

Karier di Kejaksaan

Perjalanan Burhanuddin di dunia hukum dimulai di Kejaksaan Tinggi Jambi pada tahun 1989. Setelah menyelesaikan Pendidikan Pembentukan Jaksa pada tahun 1991, ia diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bangko, Jambi, pada 1999. Kariernya terus menanjak dengan berbagai posisi penting, di antaranya Asisten Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Jambi, Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Nanggroe Aceh Darussalam, serta Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap.

Seiring dengan peningkatan pengalaman dan keahliannya, Burhanuddin dipercaya memegang jabatan strategis di tingkat nasional. Pada tahun 2007, ia diangkat sebagai Direktur Eksekusi dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Setahun kemudian, ia memimpin Kejaksaan Tinggi Maluku Utara sebelum akhirnya ditugaskan sebagai Inspektur V pada Jaksa Agung Muda Pengawasan di Kejaksaan Agung pada 2009.

Pada 2010, ia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat. Di posisi ini, ia dikenal sebagai sosok yang berani dalam memberantas korupsi. Salah satu pernyataannya yang terkenal menggambarkan kompleksitas kejahatan korupsi, "Korupsi itu seperti kentut, ada baunya tapi tidak ada bentuknya," menekankan betapa sulitnya pembuktian dalam kasus-kasus korupsi.

Setelah pensiun dari kejaksaan pada 2014, Burhanuddin sempat menjabat sebagai Komisaris Utama PT Hutama Karya (Persero) pada 2015. Namun, dunia hukum memanggilnya kembali. Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo resmi melantiknya sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia, sebuah posisi yang menjadikannya sebagai garda terdepan dalam reformasi hukum di Indonesia.

Kepemimpinan sebagai Jaksa Agung

Sebagai Jaksa Agung, Burhanuddin menekankan pentingnya penegakan hukum yang humanis dan berkeadilan. Salah satu gagasan utamanya adalah penerapan keadilan restoratif, sebuah pendekatan yang tidak hanya berfokus pada hukuman pidana, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan kemanusiaan.

Pendekatan ini terlihat dalam beberapa kasus yang menuai perhatian publik, seperti kasus nenek Minah yang didakwa mencuri tiga buah kakao dan divonis satu tahun satu bulan 15 hari dengan masa percobaan tiga bulan, serta kasus kakek Samirin yang dijatuhi hukuman dua bulan empat hari karena mencuri getah karet senilai Rp17 ribu. Dalam salah satu pidatonya, Burhanuddin mempertanyakan, "Apakah semua perbuatan pidana harus berujung pada penjara?" menegaskan bahwa hukum harus mampu mencerminkan keadilan substantif bagi masyarakat.

Di bawah kepemimpinannya, Kejaksaan Agung juga memperkuat pemberantasan korupsi, menangani kasus-kasus besar yang melibatkan kerugian negara dalam jumlah fantastis. Ia dikenal tegas dalam menindak pelaku korupsi, termasuk mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.

Penghargaan dan Pengakuan

Atas dedikasinya dalam dunia hukum, Burhanuddin menerima berbagai penghargaan bergengsi. Ia dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana pada tahun 2024, serta sejumlah penghargaan lain seperti Satyalancana Karya Bhakti, Satyalancana Wira Karya, dan Satyalancana Karya Satya.

Selain itu, ia juga mendapatkan berbagai pengakuan sebagai figur yang mendorong keterbukaan informasi dan penegakan hukum yang lebih humanis, di antaranya:

  • Tokoh Penegak Hukum Humanis, Detikcom Awards (2024)
  • Tokoh Inspiratif di bidang Keterbukaan Informasi dan Penegakan Hukum (2024)
  • Person of The Year in Good Governance, CNBC Indonesia Award (2023)

Di ranah akademik, pada 10 September 2021, Burhanuddin dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Dalam pidato pengukuhannya, ia menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh hanya berlandaskan kepastian hukum semata, tetapi juga harus mengedepankan hati nurani dan keadilan restoratif.

Kehidupan Pribadi

Burhanuddin berasal dari keluarga dengan latar belakang yang kuat di bidang pemerintahan dan politik. Ia adalah adik dari Tubagus Hasanuddin, seorang politikus PDIP yang pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat pada Pilkada 2018.

Di luar dunia hukum, Burhanuddin dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan memiliki kepedulian tinggi terhadap keadilan sosial. Kepemimpinannya di Kejaksaan Agung terus menjadi sorotan, terutama dalam upayanya membangun sistem hukum yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat.

Warisan dan Pengaruh

Sebagai Jaksa Agung, ST Burhanuddin telah membawa banyak perubahan dalam sistem hukum Indonesia. Pendekatan progresifnya dalam keadilan restoratif, ketegasannya dalam pemberantasan korupsi, serta dedikasinya dalam menciptakan hukum yang lebih berpihak pada masyarakat menjadikannya salah satu figur paling berpengaruh dalam dunia hukum Indonesia.

Dengan rekam jejak yang panjang dan dedikasi yang tak tergoyahkan, ST Burhanuddin tidak hanya menjadi simbol penegakan hukum, tetapi juga inspirasi bagi generasi jaksa dan penegak hukum di masa depan.

(*)

Graha Nusantara

Graha Nusantara adalah media siber yang menyajikan berita terkini, independen, dan akurat, mencakup politik, ekonomi, hukum, serta isu nasional dan daerah.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *